Author: Lee
Ji Hyun
Cast: Seo Yi
Hyun(Original Character)
No Min
Woo(Boyfriend)
Other Cast:All
member Boyfriend
Yoo Seung
Ho(Cameo)
Genre:Romance,
angst, hurt, little bit fluff ._.
Length: Oneshoot
Rating: General(G),
PG
Disclaimer:HUWAA!
Akhirnya first ff oneshoot tamat juga *sujud syukur* sebelumnya, author mau
wanti-wanti, ini cukup panjang, jadi dibacanya kalau lagi bener-bener senggang,
ya! Ah ya, dan.. mian kalau ceritanya kadang meleset dari genre. Hehehhh
Ah, ya! Author
punya recommended song, buat kalau reader baca ffnya cukup ngena. Soalnya
author biasa pake lagu ini kalau lagi nulis. Maaf ya bukan lagu boyfriend yang
dipake. Soalnya author gak tau lagu ballada boyfriend yang mana. RCL selalu,
dan kriktikan terpenting! ;) –JiHyun-
Recommended Song:
Super Junior KRY, Coagulation.
Super Junior KRY, Heartquake.
HAPPY
READING!
_Don’t You Remember Me?_
-Seo Yi Hyun
pov all-
Air mata ini
kembali mengalir. Sudah berapa kali hari ini aku menangis?
Perih.
Memang, disini sangat perih. Walau sudah berapa kali diobati, perih ini masih
terasa. Sampai kapanpun.
~”~
Dengan
tatapan kosong, ia masih menguyah apel yang tadi kusuapi. Aku kembali bergetar,
Tidak! Aku harus tahan tangisanku sebentar dihadapannya.
“mashitta?”
tanyaku memecah kesunyian. Ia mengangguk. Dengan tatapan lurus tak memandangku.
Kali ini aku
gagal.
~”~
“otte?” Tanya Kwangmin. Aku menggelengkan kepala pasrah. Ku tutup
pintu perlahan, dan segera keluar ruangan “sedang apa dia sekarang?” kali ini
Jeongmin bertanya. “tidur” jawabku lirih.
#flashback#
Aku terkejut. Sangat. Saat mendengarnya begitu.
“Minwoo ya, masa kau lupa? Ini kan Yi Hyun mu.” Ujar Hyun
Seung. “kau pasti sedang bercanda Minwoo” sambung Donghyun. “ani, hyung.
Jinjja” jawab Minwoo sambil tiduran di atas ranjang.
#Flashback2#(flashback dalem flashback yaa)
Setelah 5 bulan Minwoo koma, Minwoo, ani, nae namjachingu yang
sangat kurindukkan, akhirnya bangun kembali.
Aku menghampiri ranjang tidurnya dengan semangat. “oppa..
neomu bogosippeo” ujarku sambil memeluknya. Aku merasa aneh, mengapa ia tak
membalas pelukanku?
Ku lepas pelukanku, dan kupandangi dia, “oppa?” ia membalasku
dengan tatapan dingin,
“hyung, siapa dia?”
Kelima sahabatnya yang memang sedang di ruangan itu. Langsung
melihatku dan minwoo oppa. “itu Yi Hyun… Minwoo. Ingatanmu payah saeng!” ujar
Kwangmin. “masa sama yeojachingu saja lupa? Hahaha.. neomu pabo” lanjutnya. aku
ikut terkikik dengan Kwangmin.
“jinjja, hyung. Ini pasti yeojachingumu kan hyung?” aku
terkejut.
“hei, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda Minwoo..”
lerai Hyunseung.
Aku semakin terkejut, ada apa dengannya?
Pintu kembali berderit, ada yang masuk. “Minwoo, gwaenchana?
Eomma khawatir sekali..” ujar eomma Minwoo yang langsung memeluk anak satu-satunya
itu.
“ne eomma, gwaenchana.” Jawab Minwoo disertai senyum manis.
Aku tersenyum kecut, seandainya senyum
itu juga untukku..
“ah, Yi Hyun ah! Apa kabar? Kau mengunjungi Minwoo?” “ne,”
kujawab seadanya. “kau ini bagaimana, sih?! Kok Yi Hyun dicuekin gitu sih? Apa
kau tak kangen padanya?” tegur eomma Minwoo.
“kangen? Untuk apa? Aku baru kali ini melihatnya, eomma”
Sekejap air muka No ahjumma berubah. Mataku perlahan
berkaca-kaca. Oh tuhan..
~”~
Eomma Minwoo mengajakku ke taman di sekitar rumah sakit. Ia
bercerita sedikit terburu-terburu dan penuh isakan. Aku hanya sebisa mungkin
tetap terlihat tegar didepannya. Walau, rasanya air mata sudah berada di ujung
pelupuk mata.
“begitulah Yi Hyun, ahjumma
juga tak mengerti mengapa ia mengalami amnesia. Dan, yang paling ahjumma
tak habis pikir, mengapa ia hanya tak ingat padamu?” aku hanya mengangguk pelan.
Sambil mengusap pelan punggung No ahjumma agar tangisannya reda.
“hiks.. hiks.. mianhae Yi hyun, jeongmal. Ahjumma tak bisa
berbuat apa-apa lagi..” lagi-lagi aku mengangguk.
Mengangguk menerima
kenyataan.
#All Flashback Off#
10 hari kemudian..
Kelas terakhirku berakhir sudah. Ku selempang tas, dan
mengangkat beberapa buku tebal ini. Huuh~ betapa beratnya ini.
Sudah 5 hari kuliah dimulai lagi. Aku, yang kali ini
menginjak semester terakhir, semakin sibuk karena harus merampungkan tugas dan
makalah yang belum diselesaikan.
“annyeong Yi Hyun ah! Sendirian?” Tanya seorang namja tepat
setelah aku keluar kelas. Belum sempat kubalas, ia langsung membawa buku-buku
tebal dariku.
“tak usah repot-repot Seung Ho –ssi, aku bisa sendiri.”
Larangku. Ia hanya memberi senyuman dan pergi menjauh dari kelas. Aku pun
menyusulnya.
“sudahlah Yi Hyun ah! Aku kasihan melihatmu dengan buku-buku
ini, takut-takut, matamu tak bisa melihat jalan karena ketutupan.. kkkk”
godanya. Aku hanya bisa cemberut sambil berjalan cepat—mengimbangi langkahnya
yang panjang itu.
Huh, pasti hari ini hari yang sangaaat sial! Gerutuku. Namja
itu—Yoo Seung Ho—selalu saja menggodaku—menggangu—Aku dan ia sudah kenal sejak
SMA karena sekolah kita memang sama. Sempat beberapa kali di SMA ia menembakku.
Tentu saja selalu kutolak, karena aku sudah berpacaran dengan Minwoo oppa.
Bahkan, Minwoo oppa suka bertengkar dengannya di SMA hanya karena aku.
Dan akhirnya ia kuliah di universitas yang sama denganku.
Katanya, walau aku sudah ada yang punya, ia akan tetap mengejarku. Yah,
terbukti sampai sekarang kan?
Ia selalu mengikutiku kemana-mana, jika aku tidak bersama
Minwoo oppa. Aku selalu risih bila melihatnya menggangguku. Andaikan saja, jika
tadi saat ia menggodaku di depan kelas, pasti aku sudah minta tolong Minwoo
oppa. Andaikan saja..
“walaupun lagi melamun, kau tetap manis ya..” ujarnya tepat
di depan wajahku. Aku buru-buru memalingkan wajah sambil mengedip-ngedipkan
mata. “mworago?!” tanyaku. “mana pangeranmu? Tumben tuan putri tanpa pengawalan
pangeran. Biasanya kan lengket kayak amplop..” ujarnya tak mengindahkan
pertanyaanku.
“Yak!! Yoo Seung Ho! Dengarkan aku!” teriakku sambil
melompat-lompat didepannya. Aku memang pendek dibanding dengannya yang setinggi
pohon kelapa itu… _ _”
“eh? Mana tadi si pendek itu? Kok ngilang sih?” ujarnya
sambil sok pura-pura tak melihatku. Aku mengibas-ngibaskan tangan, “yeogi! Yeogi! Yak! Paboya! Nan
yeogitta!!” teriakku. “mworago? Aku tak mendengarmu”
Dengan tak sabaran, aku menarik kerah kemejanya, “yeogi,
babo” ujarku di depan mukanya. aku melihat pipinya kemerah-merahan. mwoya?
Mengapa sedekat ini?!
Dengan cepat, aku melepas kerahnya. Beberapa siulan
diberikan untukku dan dia. Aku baru ngeh kalau ini di koridor utama! Heuh..
betapa malunya aku.
Nampaknya Seung Ho juga merasa malu. Siapa suruh
menggangguku?
“sudahlah, lupakan yang tadi. Sini, berikan padaku.” Ujarku
tenang sambil menyambar buku dari tangannya. Belum selangkah. Tangannya menahan
lenganku, “jamkkaman! Eum.. apa hari ini kau ada acara?” aku hanya meliriknya
heran. “aku.. aku.. eumm, mau mengajakmu makan siang”
Kepalaku mulai pusing. Ada apa dengannya?! Bukannya
seharusnya ia tahu kalau aku sudah punya namjachingu? Aku tergagap tak bisa
menjawabnya, tangannya masih mencengkeram lenganku.
Detak jantungku mulai tak karuan, sejak kulihat Minwoo oppa
berada di ujung koridor. Aku kaget, secepat inikah ia kembali dari rumah sakit?
Tampak sedang melihatku dengan tatapan tajamnya itu. Oh andwae..
Rasanya aku ingin berteriak, “OPPA! TOLONG AKU! IA
MENGGANGGUKU LAGI! TOLONG OPPA!”
Namun, rasanya tenggorokan ini sangat berat, mulut ini
sangat kering. Aku hanya bisa berharap ia datang padaku dan menolongku.
Hanya bisa berharap…
Sedetik kemudian, ia pergi dari tempatnya barusan
menjauhiku. Aku terkejut,
Oppa, apa kau
benar-benar tak mengenaliku?
Seung Ho menarik lenganku, “kajja! Kita pergi makan!” dan
menarikku pergi berlawanan arah dengan Minwoo oppa. Namun, mataku masih tak
bisa berkedip memandangnya.
~”~
Aku sedang duduk-duduk santai di meja pelanggan tempat kerja
part timeku. Hari ini sepi pelanggan, jadi kuputuskan untuk bersantai-santai
saja.
Tiba-tiba ada SMS masuk, kurogoh kantongku dan melihat
isinya.
From: Donghyun oppa.
Yi Hyun ah! Jika kau dapat telepon Minwoo, angkat dan terima
ajakannya ya! jika kau menanyakan alasannya padaku, jangan sekarang. Aku sedang
sibuk. Mian telah mengganggumu.
p.s: aku harap kau bisa bersikap biasa jika ia menelepon J
aku membaca ulang dua kali SMS itu. Aku bingung, maksudnya
apa sih?
Tapi, saat melihat nama Minwoo oppa, hatiku mencelos.
Akhir-akhir ini aku sedang berusaha menganggapnya seperti orang yang baru kukenal.
namun, rasanya sulit sekali.
Ringtone ponselku berbunyi, memecahkan lamunanku. Dari
Minwoo oppa! Aku tarik nafas dalam-dalam, Yi Hyun, kau pasti bisa!
“yeoboseyo? Yi Hyun-ssi?”
“yeoboseyo. Ne, ini dengan saya sendiri.”
“ah, ini aku, Minwoo. apa sekarang kau ada waktu luang?”
Aku mengerutkan kening, “hmm.. nampaknya ya. Waktu kerja
part timeku berakhir kira-kira 10 menit lagi. Waeyo Minwoo-ssi?”
“baguslah. Ah, geurae, aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau
bisa kan?”
Aku semakin bingung, “ne, saya bisa.”
“hyungdeul hari ini sibuk semua. Dan kebetulan aku sedang
ingin mencari sedikit hiburan. Namun, aku tak tau kemana. Emm, maukah kau
menemaniku?”
Pipiku memerah, rasanya seperti mengajak kencan lagi sejak 5
bulan lamanya. “eum.. araseo Minwoo-ssi”
“araseo. Dimanakah tempat kita bertemu?”
Aku sejenak berpikir, “di sungai Han. Kita bertemu di sungai
Han setengah jam lagi.”
“heumm, sungai Han? Ara. Sampai bertemu disana Yi
Hyun-ssi..”
“ah, ne..”
Tut, tut.
KYAA! Aku memeluk erat ponselku dan berteriak-teriak bahagia.
“Yak! Yi Hyun ah! Mengapa berisik sekali?!”
“ah, jwisonghamnida boss!”
~”~
“mengapa kau lama sekali sih?!” aku hanya bisa cengar cengir
membalasnya. “kukira kau sudah sampai. Ternyata telat 10 menit.” Aku hanya
tersenyum seadanya. Kebiasaan Minwoo oppa disiplin pada waktu masih belum
hilang.
“jadi sebenarnya kita ngapain disini Yi Hyun-ssi?” tanyanya
dengan nada kesal padaku. Yah, sudah hampir satu jam kita duduk-duduk di
pinggir sungai tanpa melakukan apapun. Hanya memandang air sungai yang tenang.
Aku hanya tersenyum, tidak melepaskan pandangan di depanku.
“aku hanya ingin.. mengenang masa lalu.” Ujarku sepelan mungkin.
Aku yakin pasti ia sekarang memandangku dengan tatapan
bingungnya.
Sebenarnya.. tempat inilah pertama kali aku dan Minwoo oppa
bertemu. 8 tahun yang lalu.. waktu kita masih tidak mengenal sama sekali.
Terjebak dalam balutan seragam SMP..
#Flashback#
Aku sedang mengamati dalam pandangan di depanku sekarang,
sungai Han. Aku memang sudah biasa kesini sepulang sekolah, mencari ide untuk
lukisanku nanti.
Huuh.. kuhembuskan nafas berat, dan membuka buku sketsaku.
Ayo kita mulai..
BUG! “aww! Ige mwoya?” huh, sial. Ternyata aku terkena bola
baseball nyasar tepat di kepalaku. “ugh, ini bola siapa sih? Sampe nyasar
kesini!”
“itu bolaku. Mian telah mengganggumu” tampak seorang namja
mendekatiku. aku melihatnya dengan tatapan kesal, “makanya hati-hati dong
lemparnya! Jadinya malah gini kan!” aku membentaknya. Ia meraih bolanya dari
tanganku dan duduk di sebelahku.
“bolehkah?” aku hanya mengangguk acuh tak acuh. Kepalaku
masih terasa sakit. “kau tahu? Rasanya nyaman berada disini, rasanya hanya
tempat inilah aku bisa melampiaskan semuanya.” Ia memulai pembicaraan sembari
memainkan bola. Aku masih berkutat dengan sketsaku.
“rasanya berat sekali jika hidupmu berubah secara drastis,”
aku mendongak memandangnya yang sedang melihat ke arah sungai. “eomma harus
kerja tulang banting untuk membiayai semuanya. Tanpa appa, tiba-tiba keluargaku
sedikit berantakan,” aku memandang aneh padanya. “ setelah ditinggal appa,
eomma selalu saja menasehatiku akan masa depanku. Rasanya aku ingin menolong
eomma, namun apa daya, aku tak bisa melakukan apapun.”
Aku mulai membuka mulutku lagi, “apa yang sedang kau
bicarakan?” “ne?” ia memandangku. “apa kau tidak merasa risih?” tanyaku lagi.
“risih gimana?” aku memutar bola mataku, “mengapa kau bercerita suatu hal yang
pribadi pada orang yang kau kenal?”
Beberapa saat ia terdiam, mungkin sedang menyusun kata-kata.
Tapi, kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku sedikit terperangah, “karena aku percaya padamu”
#FlashbackOff#
Sejak saat itu, aku selalu bertemu dengannya di sungai
setiap pulang sekolah, setelah beberapa
hari kita bertemu, kita baru sadar kalau sebenarnya kita bersekolah di sekolah
yang sama.
Setelah 1 tahun merajut pertemanan, aku resmi menjadi
yeojachingunya di tahun kedua. sudah tujuh tahun aku menjadi yeojachingunya
sampai sekarang. Jika memang ia belum memutuskanku.
“sudahlah! Aku sudah capek diam terus disini! Ditambah
panas. Bisa kita pergi ke tempat yang lain?” ujarnya padaku. Aku masih
bergeming, tidak bisa menemukan sosoknya yang selalu membahagiakanku kapanpun.
Aku menoleh padanya, memang, jika secara fisik ini benar-benar dia.
Tapi hatiku berkata lain.
~”~
“sekarang kemana?” tanyaku sambil terus menatap jalan. “emm,
maumu kemana?” aku mengerutkan kening, “mauku?” “ne. kau terserah memilih
tempat tujuan kita.”
“takutnya kau bosan lagi.. terserah kau saja.” Ia sedikit
tersenyum sambil terus mengendarai mobil. “kemanapun tempatnya, yang penting
itu adalah pilihanmu. Karena aku percaya
padamu.”
Hatiku sedikit bergetar, aku tak salah dengar kan?
“araseo, kita ke taman bermain saja”
~”~
Aku memegang keningku. Lagi-lagi.. “huek!! Huek!!” sial,
gara-garanya, aku jadi begini.
#Flashback#
Kita sudah sampai di taman bermain. Baru saja menginjakkan
sebelah kaki, ia langsung menyeretku ke wahana roller coaster. “untunglah kau
mengajakku kemari. Temanilah aku main ini ya?” aku hanya bisa melongo saat
roller coaster tersebut mulai turun. Melihatnya saja sudah membuatku mual.
“jebal Yi Hyun-ssi.. sudah lama aku tak main ini. Mau ya?”
aku menggeleng kuat. “shireo!!” “jebal..” “shireo! Aku tak suka roller
coaster!” kali ini ia memberikanku jurus ‘aegyo-maut-nya’. aku terperangah, aku
rindu sekali dengan aegyo dan rayuannya. Tapi..
“andwae! jangan memaksaku Minwoo-ssi” ucapku tegas. “oh,
ayolah! Sekali saja..” ujarnya kembali dengan jurus aegyo maut yang lagi-lagi
membuat jantungku tak karuan. Aiisshh.. untuk kali ini saja oppa,
“ara, ara.. ayo kita main.”
#flashbackOff#
Tanganku masih tertengger manis di keningku menahan rasa
pusing ini. Aku sangat berkeringat. Mengingat bahwa sekitar 5 menit yang lalu
tubuhku di jungkir balikkan membuatku mual lagi. Hhh..
“igeo!” ia menyerahkan sebuah permen kapas. Aku mengerinyit,
“ige mwoya?” “hemm.. ini mungkin sebagai obat peredamu. Anggap aja.. aku sudah
membalas kesalahanku.” Dengan paksa ia meletakkan permen kapas itu pada
tanganku.
Aku menatap datar permen kapas yang berada di genggamanku.
“gomawo Minwoo-ssi. Tapi aku tidak bisa memakannya.” “mwo? Oh gitu, sekarang
kau sedang jual mahal padaku?” aku menggeleng pelan, “aniyo. Aku alergi gula.”
“gotjimal! Mana ada orang yang alergi gula?” “ada.” “nugu?”
aku menggeram pelan, “naega.” Dia tampak tak percaya. Aku langsung mengalihkan pembicaraan,
“aku hargai usahamu memberikanku ini. Gomawo”
Aku beranjak dari kursi. “kau mau kemana?” tanyanya.
“mencari minuman.” Ia hanya ber-oh ria.
~”~
Setelah membayar kopi, aku langsung menyuruput kopi tersebut
perlahan. Hemm, nikmat. Kopi dingin tanpa gula dan krim, tampaknya minuman
seperti ini akan menjadi favoritku pada musim panas kali ini.
Ponselku bergetar, kurogoh sakuku. Ada pesan, darinya.
From:Minwoo oppa^^
Aku akan bermain-main sebentar. Tunggulah di taman tadi. Aku
akan kembali.
Aku mengerutkan kening, aku paling benci menunggu. Huh!
Sudah kubela-bela ikut dengannya bermain roller coaster, sekarang apa lagi ini?
~”~
Semilir angin menyejukkanku yang sedang berteduh di taman.
Aku menghirup dalam-dalam bau musim panas ini. Walau hangat, namun rasanya ada
yang berbeda. Sangat.
Aku mengulang memoriku dengannya beberapa kali ini. Aku
merasa asing dengannya. Kepribadiannya memang sedikit tidak berubah. Namun, kepribadiannya
terhadapku berbeda.
Tiba-tiba rasanya dadaku sesak, dan air mataku menguak
keluar. Apa ini benar benar takdir tuhan? Jika ya, aku ingin merubahnya.
Aku terisak pelan. Aku pukul perlahan dada ini yang semakin
perih ini. Ini pasti cobaan.. cobaan dari tuhan padaku. Ujian yang mengujiku
sejauh mana kesabaranku ini. Kesabaranku pada namja yang tujuh tahun berada di
sampingku.
~”~
“Yak! Ireona!” aku tersentak. “aku sudah selesai
bermain-main. Ayo kita pulang.” Aku masih terpaku ditempat sambil mengumpulkan
roh.
“nuguya?” tanyaku padanya. Aku sekarang sedang melihat
pemandangan yang paling kubenci sekaligus kutakuti. Minwoo oppa sedang
melingkarkan tangannya pada pundak seorang yeoja yang—yeah, kuakui menjadi
rivalku di kampus.
“Ini Min Ra. Kau lupa dengannya? Katanya kalian satu
jurusan?” aku tak mengindahkan pertanyaanya dan langsung menegak abis kopiku
didepan mereka. Aku tak peduli apa kata mereka.
“ehm.. Minwoo oppa, sebaiknya aku pulang duluan. Aku ada
latihan cheers” ujarnya sambil
menyentuh pundak kanan Minwoo oppa intens. Pupil mataku membesar, aku tahu ia
sengaja. Terlihat dari matanya yang melirikku sambil memberikan sebuah smirk.
Aku hanya dapat membalasnya dengan tatapan tajam yang
kupunya.
~”~
Aku kembali masuk ke mobil. Tubuhku bergetar, mengapa air
mataku keluar? Ada suara bantingan pintu. Segera kumenengok sebelah kiriku.
Rupanya Minwoo.
“kau kenapa sih?” aku hanya bisa menggeleng. “ehm, araseo.
Sekarang kita mau kemana lagi?” tanyanya lagi. Sejenak aku berpikir, “taman
Shin, depan apartemenku” jawabku sambil memandang lurus ke arah jalanan.
“arraseo nona Seo”
~”~
“igeo!” seruku sambil menyerahkan segelas teh. “ige mwoya?”
“teh hijau. Masih panas, hati-hati minumnya” ia segera menyeruput teh tersebut.
Aku ikut duduk di sebelahnya di bangku taman.
“Yi Hyun-ssi?” “ne?” “mengapa kau senang sekali ke tempat
yang sepi?” aku berhenti menyeruput teh. Dan berfikir, “karena, ada beberapa
tempat yang memiliki kenangan tersendiri bagiku.
”
Ia menghempaskan badannya sambil meregangkan kakinya.
“kenangan seperti apa maksudmu?” aku membatu seketika. Haruskah aku
menceritakan tentangnya di masa lalu? “ehm.. igeo.. hmm..” suara dering ponsel
terdengar. Menghentikan percakapan kita sementara. Ia segera mengangkat telepon
itu. Aku menghela nafas, syukurlah.
Sebenarnya, tempat yang kami kunjungi adalah tempat-tempat
kenanganku dengannya. Sungai Han—adalah tempat pertama kali kita bertemu dan
berbagi kisah. Disitulah aku mengenal sosok Minwoo oppa. Taman bermain kota—itu
juga tempat kenangan kita. Itulah tempat pertama kali aku dengannya berkencan.
Dan juga yang terakhir. Jika ia benar-benar memutuskanku.
Dan taman ini—adalah saksi bisu dimana 7 tahun yang lalu
Minwoo oppa menembakku. Dan juga.. di sebrang jalan sana, tempat dimana Minwoo
oppa tertabrak 5 bulan yang lalu. Dimana aku, melihat kejadian tersebut dengan
mata kepalaku sendiri.
Selama 5 bulan ia koma di rumah sakit, aku selalu menangis,
setiap hari. Dimanapun aku mengingatnya, air mata ini tidak bisa terbendung
lagi. Dan juga, selama 5 bulan itu aku selalu menyalahkan diriku sendiri.
Mengapa ia harus mengantarku di malam itu? Mengapa aku harus
berteriak memanggilnya sementara ia berada di bahu jalan? Mengapa kau
membiarkan ia menyetir walau ia sudah lelah seharian mengajarku? Mengapa?
Mengapa?
Hidupku dipenuhi pertanyaan selama 5 bulan itu, menunggu
untuknya bangun dan memanggilku seperti biasanya. Dan mewarnai hidupku yang
kelam selama tanpa ada dirinya.
“ne, arraseo” jawabnya pada seseorang disana. Ia menutup
teleponnya dan segera beranjak dari kursi, “ada apa?” “ehm.. jeongmal mianhae
Yi Hyun-ssi. Aku ada urusan mendadak. Kau pulanglah duluan, apartemenmu dekat
sini kan? Aku harus duluan. Annyeong” ia langsung berlari menuju mobil yang ia
parkir dipinggir jalan. “ah ye, annyeong” ujarku pelan sambil melihatnya
berlalu.
Ada apa sebenarnya? Semoga saja ini tidak ada hubungannya dengan
yeoja tengik itu.
~”~
1 minggu kemudian..
Aku membawa buku-buku tebal ini. Ini beraat sekali. Bahkan
aku sempat berfikir bahwa ini bukan buku, ini barbell berbobot 10 kg.
KRIEEK! BEDUM!(?) Bunyi pintu perppustakaan yang sudah
berpuluh-puluh tahun ini terdengar. Menggotong(?) buku-buku tersebut sambil
menggertakan gigi, aku berjalan menjauhi perpustakaan dan mendekati koridor
utama.
Hyuuu hembusan angin dingin menusuk bulu romaku. Eh, hei!
Jangan bilang hari ini…
ZRRASSHH.. HYAA! HUJAN! Mengapa di saat-saat seperti ini?
Aku menggerutu sambil menurunkan buku-buku tebal ini. Sejenak aku berpikir, aku
meminjam buku-buku ini lain kali saja. Mungkin, dengan ke perpustakaan akan
menghabiskan sedikit waktu, dan hujan pun akan reda sebentar lagi.
~”~
APA-APAAN INI?! HUJANNYA BELUM REDA? Malah semakin deras..
aneh, baru kali ini aku melihat musim panas hujannya seperi ini -3-“
Aku merogoh tasku. Mencari penyelamat di saat hujan,
payung(?) eh, eh, EH! Aku lupa kalau payungnya aku simpan di rumah. Kukira
musim panas takkan hujan seperti ini.
Seketika aku jadi loyo, tiba-tiba terbesit ide untuk
menelopon eomma supaya dijemput dengan mobil. Segera kuraih ponselku dari saku
dan memencet speed dial nomor 1—nomor eomma.
Ah, aku baru ingat! Kemarin baru saja mobilnya masuk ke
bengkel. Jadi mustahil eomma bisa menjemputku.
Aku mengucapkan sumpah serapah dalam hati, sial! Terminal
bis kan cukup jauh dari sini?! Rasanya beribu sial hari ini. Baiklah, terpaksa deh.
~”~
Huh, baiklah. Dengan berat hati, aku harus.. ZRAASSHH aku berlari
menembus hujan lebat, ku tutupi kepalaku dengan tas selempangku. Sudah tidak
peduli pada buku-buku yang tidak akan mungkin ‘selamat’ dari air hujan.
Setelah berlari dari koridor utama, aku berteduh sebentar di
pos satpam. Pagar kampus.. tinggal beberapa meter lagi. Aku menepuk-nepuk pelan
kemeja yang sudah basah dan celana jeansku. Sudah tidak ada harapan lagi.
Semoga besok aku tidak flu.
HATSYI! Aaa.. kayaknya gak mungkin deh.
Hari semakin malam, aku melirik pada arlojiku, sudah jam 7
lebih. Waa.. aku harus menelopon eomma aku akan terlambat pulang.
Ditengah-tengah hujan deras sejak tadi sore, aku mencari ponselku di saku.
KETEMU! Tapi.. SIAL! Kenapa kemarin aku lupa menchargenya?
Hah, ponselku habis baterai,bagus.
~”~
Tiba-tiba datang mobil sport dari arah gedung kampus ke
jalan raya. Wah kesempatan bagus! Mungkin aku bisa ikut menumpangnya sebentar.
Hehehe..
Aku melambai-lambaikan tangan berusaha mencegat mobil itu.
Mobil bercat merah itu berhenti di depan pos. jendelanya mulai terbuka, aku
mencondongkan kepalaku. Sekejap, aku membelalakan mata. Ini mobil Minwoo oppa.
“ah, Yi Hyun-ssi? Ada yang bisa kubantu?” serentak kepala
dan tubuhku menjauh dari mobilnya. Bagaikan mobil ferrarinya adalah virus yang
mematikan.
“sejak kapan ia mengganti mobil?” bisikku. “ne?” ia
bertanya. Masih didalam kursi pengemudinya. Aku menggeleng mantap. “ani, Aniya.
Maaf telah mengganggumu Min Woo-ssi” ucapku sambil membungkuk.
“kau perlu tumpangan?” tanyanya spotan. Aku langsung
mendongakkan kepala, apa ia sedang membaca pikiranku? “ne?” “kau perlu
tumpangan?” ulangnya dengan penekanan di
tumpangannya. “ah, aniya Min
Woo-ssi. Aku bisa pulang dengan bis.” Ucapku sopan. Eh, hei? Mengapa kau
menolaknya? Bukannya dari tadi kau memang butuh tumpangan?
Rupanya egoku lebih tinggi dari yang kuduga. “tak apa kau
naik bis? Halte bis disini cukup jauh. Lagian, sepertinya hujannya tak akan
cepat reda” ujarnya sambil memandang luar. Aku mengikuti arah matanya memandang
langit melihat sambil tersenyum kecut. Memang, sudah 2 jam belum reda.
“tidak usah. Jeongmal, aku bisa sendiri Min Woo-ssi” jujur,
aku benci pada diriku sendiri. Lebih memilih sakit flu dibanding naik mobilnya.
Ia sedikit mengerutkan keningnya saat mendengar jawabanku
itu. Kecewakah? Haha.. mana mungkin. “arraseo Yi Hyun-ssi, aku duluan. Permisi”
ujarnya mengendarai mobilnya lagi. “ne” ujarku lirih.
Aku memukul dadaku pelan. Sakit sekali. Aku menyeka keringat
yang berada didahiku. Ini aneh, mengapa aku merasakan panas dihari hujan ini?
~”~
Mataku masih bertahan menatap tanah. Tanganku masih bertahan
memeluk kaki dingin ini. Mataku masih bertahan, bertahan mengeluarkan air mata
yang tak kunjung berhenti.
Hujan masih turun dengan derasnya. Aku tak tahu apa rencana
tuhan sebenarnya. Memenjarakanku di tengah dinginnya ini? Entahlah. Aku
bangkit, setidaknya aku bisa bangun dari dengan sisa tenagaku ini. Aku
menghirup nafas dalam aroma embun senja.
Tanpa kuperintah, badanku menerobos hujan lebat itu.
Terhuyung-huyung berjalan menuju gerbang. Atau bisa dibilang, jalanku saat ini
tak tentu arahnya.
BUK! Aku terjatuh. Entahlah, tapi aku merasa badanku tidak
menyentuh dasar tanah. Aku merasa air hujan tak menerpaku lagi. Rasanya
kepalaku pusing, dan badanku juga lemas. Tapi aku merasa badanku seakan
melayang. Ada apa ini?
~”~
Aku mengerjapkan mataku. Dimana aku sekarang? “kau sudah
bangun?” aku menatap ke depan, jalanan? “ sudah kuduga kau membutuhkan
tumpangan” aku mengerinyitkan kedua mataku “mian. Aku hanya punya cardigan. Kau
pasti sangat kedinginan kan?” suara ini..
“MInwoo-ssi?” aku menoleh ke kiri. Wajah itu.. sedang
menatap jalanan dengan seriusnya. Aku menatap matanya, matanya teduh sekali.
Membuat setiap orang yang menatapnya akan terlarut dalam kesejukkannya.
“Ne?” aku terkejut, langsung mengalihkan pandanganku pada
jalanan lagi. “mianhae Yi Hyun-ssi, pemanas mobilku mati. Dan aku tidak bisa
menyetir tanpa AC” aku tersenyum lemah, “gwaenchana” “lebih baik kau tidur
lagi, sepertinya kondisimu melemah”
Entah karena apa, aku tertidur. Pulas sekali. “ehm..” aku
mengerjapkan mata. Memandang jalanan sebentar, apartemenku sebentar lagi
sampai. “apartemenku belok kanan ya”
Aku menyipitkan mataku, “yak! Minwoo-ssi! Kita ke mana?” aku
menoleh kearahnya, ia hanya tersenyum samar. “Yak! Minwoo-ssi!” “minwoo-ssi!
Apa kau-“ omonganku terputus. “bisa kau diam sebentar? Ini mobilku, aku yang
menyupir. Terserah aku saja kemana kita pergi” aku hanya bisa memutar bola
mata. Sikap ego oppa kambuh lagi. Dan jika itu terjadi, aku tidak bisa
mengelaknya.
“di depan sana ada halte bis. Aku bisa pulang dengan bis”
sergahku. “fufufu…” ia hanya tertawa. “aku tidak mau merepotkanmu. Jeongmal.
Aku bisa naik bis” ia tertawa lagi. Kali ini lebih keras. “hahahaha! Tenanglah
Yi Hyun-ssi, Aku tidak apa-apakan kamu.” Aku menoleh ke kaca samping. Setidaknya
pemandangan disini lebih indah daripada melihat wajah mesumnya.
“Yi Hyun-ssi,” ujarnya pelan. Aku menjawab acuh tak acuh,
sambil tetap memandang luar. “hem?” “maukah kau..” pemandangan ini.. sepertinya
akrab dimataku. Ciiit..(author:sonepek rem mobil._.) kita sampai. Sampai di
depan rumahnya.
“maukah kau membuatkan makan malam untukku?”
~”~
Aku terpaku. Isi kulkasnya memang selalu penuh. “wae?
Katanya, masakanmu itu sangat enak” aku menoleh ke arahnya. “kata siapa?” ia
menjawab singkat, “hyungdeul”
“oh” jawabku singkat. “kau sudah mandi?” tanyanya. Aku
mengangguk, “oke. Aku mandi dulu. Setelah itu, kita makan” terangnya mendetail.
Hei, memangnya aku eomma mu apa?
Akhirnya aku menerima permintaannya. Setelah membersihkan
diri dan mengganti bajuku(aku pakai baju eomma Minwoo oppa), sekarang aku harus
masak untuknya.
Di rumah berlantai dua ini, Minwoo oppa tinggal bersama
eommanya. Hanya berdua. Sebenarnya, oppa punya seorang noona, Eun Soo eonnie.
Tapi eonnie meninggalkan Minwoo oppa dan eommanya beberapa tahun yang lalu
karena harus tinggal bersama suaminya yang bekerja di Ilsan.
Dari dulu oppa memang menyukai masakanku, lagian aku memang
suka memasak. Selain melukis, kelebihanku terdapat dalam bidang itu. Dia lebih
sering memakan masakanku dibanding masakan eommanya sendiri.
Eh, hei! Bukan berarti kalau nyonya No mengelantarkan
anaknya begitu saja. Tetapi karena ia adalah seorang wanita karier. Beliau
memnag lebih banyak menghabiskan waktunya ditempat kerjanya. Pekerjaannya itu
seorang advokat. Yah, kutebak, pasti itu pekerjaan yang melelahkan.
Saat Minwoo oppa koma selama 5 bulan di RS, nyonya No selalu
mendampinginya. Berganti waktu menunggu denganku walau menolak untuk berganti
denganku. Terkadang, hatiku perih sekali melihat beliau menangis ditengah-tengah
menjaga oppa. Aku berpikir, bahwa tidak hanya aku seorang yang sedih ditinggal
oppa.
Tidak hanya aku..
~”~
“otte?” tanyaku. “bagaimana kau tahu makanan kesukaanku?”
ujarnya dengan mulut penuh. “oh, jadi ini makanan kesukaanmu?” jawabku
berpura-pura baru mengetahuinya. “yak! Gotjimal! Kau pasti tau dari seseorang
kan?” “aniya” belaku.
“kau juga memberiku teh hijau tempo hari kan? Darimana kau
tahu aku suka teh hijau?” “itu hanya kebetulan, mesin minuman terdekat hanya
teh hijau” jawabku. Ia membalasnya dengan wajah cemberut dan menyimpan
sumpitnya di atas meja.
“aku tidak nafsu makan” ujarnya memalingkan wajahnya dariku.
Aku hanya bisa menghela napas, padahal, dari tadikan dia makan sangat lahap.
“ara, araseo, biar sup dan semua makanannya untukku saja”
aku menarik piring-piring dan mangkok mendekat padaku. “andwaee!” teriaknya.
“wae?” tanyaku menghentikan satu suapan bulgogi yang siap mendarat di mulutku.
“begopae.. boleh kan aku makan lagi?” sudah kuduga. Ia pasti
terjebak dalam permainan konyolku ini. “araseo, makanlah semaumu” aku menyodorkan
kembali piring dan mangkok yang tadi kutarik. Ia langsung menyerbu kembali dan
berseru, “neomu mashitta!” aku hanya bisa menggeleng kepala.
~”~
“rumahmu di apartemen Yi Hyun-ssi?” tanyanya. Sekarang kita
berada di mobil. Entahlah, tiba-tiba ia menjadi banyak omong. Sedari tadi di
perjalanan, ia banyak sekali bercerita. Mungkin efek kekenyangan? Hahaha..
“ne” ujarku singkat. “wae?” tanyanya lagi. Kali ini dengan
nada menginterogasiku. Aku mengerutkan keningku, “wae?” aku bertanya balik.
“ah, maksudku, mengapa kau tidak tinggal di rumah saja?” jelasnya. Aku
mengangguk pelan, “aku anak tunggal. Dan nae appa bekerja di luar kota. Jadi,
sehari-hari aku tinggal bersama eomma saja. Lagian keluargaku tidak memerlukan
tempat tinggal yang luas” jelasku panjang lebar.
Ia mengangguk sambil membentuk mulutnya bulat. “masuknya
lewat jalan belakang Minwoo-ssi.” Ujarku memecah keheningan sesaat. Tiba-tiba
aku merasakan hawa tidak enak darinya. Aku menoleh padanya, wajah cerewetnya
berubah. Berubah menjadi Minwoo oppa yang dingin, seperti biasa.
Ciiit..(author: sonepek rem mobil lagi yah._.v) mobil Minwoo
oppa sampai di depan lobby apartemen. Aku menoleh lagi menghadapnya. Sekejap
aku mengganti arah mataku darinya. Karena, saat aku menghadapnya, ia balas
menatapku dengan tatapan yang.. sulit kuutarakan dengan kata-kata. Tapi,
tatapan seperti itu.. tatapan sedih?
Hahaha.. jangan berkhayal Seo Yi Hyun. Ia hanya menganggapmu
bukan siapa-siapanya.
Belum sedetik aku membuka pintu, ia menahan lenganku.
Jantungku berdetak tak karuan. Oh, tuhan.. “Yi Hyun-ssi?” tanyanya dengan suara
berat khas miliknya. Aku bergeming menatapnya dan tak mengindahkan ucapannya.
“se..sebenarnya, entahlah, mengapa aku merasa harus memberitahukanmu tentang ini” aku masih bergeming. Kali ini
seluruh badanku berkeringat deras.
“Yi Hyun-ssi, besok aku akan pergi dari Seoul. Aku mendapat
beasiswa di Jepang. Mungkin, malam ini akan menjadi malam terakhir aku
melihatmu. Gomawo atas makanannya tadi, itu sangat enak. Senang sekali aku
mengenalmu Yi Hyun-ssi”
1 menit.. 2 menit.. 5
menit.. “Yi Hyun-ssi, mianhae kalau aku lancang, tapi apa kau masih betah di
dalam mobilku? Kita sudah sampai di depan apartemenmu” aku terkejut dan kembali
sadar pada keadaan sekarang. “gamsahamnida Minwoo-ssi. Aku, aku juga senang berkenalan
denganmu” ujarku sambil membuka pintu. Aku sedikit membungkuk dan menutup pintu
mobil tersebut.
~”~
1 langkah.. 2 langkah.. 10 langkah.. apa aku harus
membutuhkan setengah jam untuk melangkah beberapa meter ini?
1 tetes.. 2 tetes.. 3 tetes.. mengapa aku tidak bisa menahan
air mata ini? Rasanya berat. Yah, berat. Berat jika tidak melepaskan beban di
mata ini.
Rasanya aku bukan berjalan. Melainkan menyeret kakiku
menjauh. Menjauh darinya.
Langkahku terasa amat berat. Ragaku terasa amat lemas.
Rasanya seluruh kekuatanku seperti musnah ditelan ombak. Aku tidak bisa berkata
apa-apa lagi. Sama sekali. Inginku melarang, inginku berteriak jangan, inginku
menahannya. Agar, ia tetap berada disisiku.
Tetap berada disisiku.
Apa daya, mungkin ini takdir kita. Takdir kita dari tuhan.
Aku tidak bisa mengubah takdir, karena itu bukan kuasaku. Karena aku hanya
seorang biasa yang, bergantung pada cinta sesaat. Seorang biasa yang,
menganggap ini adalah cinta yang pertama, dan terakhir.
GREP! Aku merasakan sentuhan sepasang lengan melingkar
dipundakku. Rasanya waktu seketika berhenti. Semilir angin pasca hujan terasa
dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Tangisanku tak kunjung berhenti. Bahkan sampai
meraung-raung. Entahlah, aku tidak bisa menahan tangisan ini barang sekejap.
Lengan itu semakin erat memeluk pundakku. Kali ini aku
merasakan kenyamanan, dan hangat. Aku bersumpah telah terhipnotis oleh kata-kata
ini,
“kajima, Seo Yi Hyun”
~”~
“uljimma, uljimma Yi Hyun-ssi” aku tak tahu mengapa tidak
bisa menahan tangisan ini.
“kalau kau terus seperti itu, orang-orang akan berpikiran
bahwa aku sedang menculikmu” aku memejamkan kedua mataku. Aku masih
sesenggukan, walau aku menutup mataku, tetap saja masih ada air mata yang
mengalir.
Kali ini aku, lagi-lagi, berada di mobilnya. Aku tak
mengerti menapa mau kembali duduk di sampingnya. Setelah ia menarik masuk aku
kedalam mobilnya.
“sekarang kita kemana?” tanyaku menahan sesenggukan. Ia
tersenyum penuh arti, “tenanglah. Kau pun juga akan tahu.”
~”~
Sepanjang jalan, aku dan dia hanya bisa diam sambil sesekali
mencuri pandang satu sama lain. Perjalanan terasa sangat canggung. Kita sama
sekali tidak berbicara.
Ciiit..(author: lagi lagi-__-) tanpa berkata apa-apa, ia
keluar mobil dan membukakan pintu untukku, “kajja” ucapnya pelan.
Aku menggeleng kuat. Rasanya badanku sudah melekat pada
kursi penumpang yang kududuki ini. Ia mengulurkan tangannya dan membuat mimik
memohon.
Pipiku terasa panas, sekejap aku memalingkan mukaku. “oh,
ayolah, Yi Hyun” aku menatapnya perlahan. Ia langsung menarik keluar lenganku.
“Yak! Oppa neo-“ ujarku keceplosan. Aku menutup mulutku erat. Semoga ia tak
mendengarku barusan.
Seketika aku bersin,
dan sedikit mengeratkan pegangan pada jaket yang oppa pinjamkan padaku. Menahan
dinginnya angin malam.
“duduk” ujarnya tegas. Aku menarik tanganku darinya sambil
berkata, “kau ingin membuatku mati kedinginan, hah?” ia tak mengindahkan
pertanyaanku. “duduk Yi Hyun ah” ujarnya dengan volume yang lebih keras.
Entah mengapa, bak seorang anjing penurut, aku pun duduk
pada bangku yang berada disekitar sungai. “apa yang kau-“ ucapanku terhenti
olehnya. Tanpa berkata apa-apa, ia meraih tanganku dan memberikan sketch book
milikku beserta pensil dan penghapusnya.
“ige mwoya?” tanyaku. “gambarlah suatu objek yang kau sering
gambar disini.” Jawabnya acuh tak acuh tanpa memandangku sama sekali. Aku
memandangnya janggal. Ada apa dengannya?
Pertanyaan itu selalu muncul dalam benakku sejak aku menaikki mobilnya dari
kampus.
Beberapa menit berlalu, namun kertas sketch book ku masih
bersih. Aku masih memerhatikannya—memerhatikan matanya. Dan selama itu juga ia
tidak balas memandangku melainkan melihat pemandangan sungai Han di depan.
Kemudian ia menyilangkan lengannya di dadanya sambil duduk disebelahku.
“Mian telah membuatmu kedinginan” ujarnya sambil mencuri
pandangku sedikit. Entahlah, tapi tiba-tiba aku merasa kangen pada Min Woo
oppa. Min Woo oppa yang dulu.
“sudahlah. Aku tau aku ini ganteng. Tapi, jangan begitu juga
menatapnya. Lama kelamaan kan aku..” seketika ia menghentikan perkataannya. Aku
langsung memalingkan mukaku darinya dan menatap tanah. Kulirik sedikit ia,
ternyata ia melihat ke bawah juga sama sepertiku. Hah, suasana macam apa ini?
Canggung. Sangat canggung.
Aku menggenggam erat pensil pemberiannya. Dan mulai membuat
kumpulan garis yang, yah, banyak orang bilang kalau sudah jadi, pasti sangat
bagus(author: pede berat YiHyun-_-“). Aku mulai asik dengan duniaku sendiri,
sampai-sampai ia membuka pembicaraan,”kau biasa menggambar ini?” tanyanya
sambil menunjuk kearah sketch book ku.
Seketika aku menghentikan acara menggambarku, “wae?” tanyaku
dingin. “nuguya?” tanyanya lagi tidak mengindahkan ucapanku. Aku membeku tidak
bisa menjawabnya. Karena, yang biasa kugambar adalah potret dirinya.
“kau biasa menggambar ini Yi Hyun-ssi?” tanyanya lagi dengan
pertanyaan yang sama. Aku menutup rapat mulutku. Tak tahu mau berkata apa. “Yi
Hyun-ssi?” “Yi Hyun-ssi, kau tak mendengar-“ “ne, ne! aku memang suka
menggambar ini disini. Wae? Keberatan?” aku langsung memalingkan muka. Bukannya
marah, tapi aku takut ia kecewa dengan jawabanku tadi.
“ani, ani. Aku hanya menyukainya saja. Gambar yang indah”
~”~
Aku terbangun, dari tidur yang cukup nyenyak. “baguslah kau
sudah bangun. Kukira tadi kau pingsan” mendengar suaranya, aku sadar akan apa
yang kulakukan hari ini. Aku sedikit meregangkan badan di dalam mobil. “kajja”
sekejap ia sudah berdiri di samping kursi penumpangku dengan keadaan pintu
mobil terbuka.
Ia menarik tanganku dsan keluar dari mobil. Seperti waktu
itu. Badanku seperti terseret-seret olehnya. Mataku juga belum kunjung terbuka.
Nampaknya ragaku enggan untuk bangun sekarang.
“hemh, kita di mana?” tanyaku dengan mata terpejam dan suara
orang bangun tidur. Badanku mulai merasa dinginnya angin malam yang menusuk. Ia
tak menjawab pertanyaanku. Huh, dasar sok misterius!
Aku menadahkan
kepalaku dan perlahan membuka mata. “ah!” mataku langsung menolak sinar lampu
yang menyilaukan itu. Kemudian menutup mata lebih rapat lagi.
Langkahku dan ia berhenti. Tangan kita masih saling
berpegangan. Perlahan aku mencoba membuka mata sambil menunduk. Hah, silaunya
lampu tadi membuat mataku agak perih. Aku kucek perlahan kedua mataku sambil mengadah.
“taman bermain?” dan mulai terdengar suara-suara ramai di dalam sana.
~”~
Setelah memberikan tiket pada penjaga, kita masuk ke dalam
tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku melihat padanya yang tepat berada di
depanku. Air mukanya.. mengapa ia terlihat serius sekali?
“Yi Hyun-ssi,” DEG! Aku langsung mengalihkan pandanganku
darinya. Ia menghadap padaku. Aku dan
dia berhenti berjalan. Tangan kita masih saling bergandengan. “ada pertunjukan
kembang api sekitar 1 jam lagi di central park taman bermain. Aku akan membeli
sesuatu dulu. Kita bertemu disana satu jam lagi ya?” pintanya. Sungguh, aku
harus mencerna ulang perkataannya
.
Karena, aku sedang tidak fokus. Jantungku berdegub begitu
cepat saat merasakan tangannya yang sudah lama ini tak kusentuh.
“aku ikut denganmu saja” ujarku bak anak kecil yang tak mau
ditinggal sendiri. “sudahlah Yi Hyun-ssi, kau sudah besar. Aku tahu kau takkan
tersesat disini.” Andaikan yang ia tuju bukan aku, pasti aku sudah tertawa
terpingkal-pingkal.
“arra, arra. Terserahmu sajalah.” Akhirnya aku pasrah. Lalu,
tangan kita terlepas. Aku langsung merasakan kedinginan menjalar tanganku. “arraseo.
1 jam lagi di central park, ya!” ujarnya sambil melambaikan tangan ketika ia
sudah mulai menjauh.
~”~
Memang, ini bukan pengalaman pertamaku sendirian di taman
bermain. Tapi, sungguh, kalau aku boleh jujur, hari ini rasanya berbeda. Aku
merasa benar-benar seperti ditinggal. Eung, sulit untuk menjelaskan maksudku.
Aku mulai menyusuri pinggir taman bermain, dan menemukan
stand minuman yang tempo hari aku datangi. Aku menghampiri tempat itu.
Setelah mendapat hot cocoa tanpa krim ataupun gula, aku
membayar dengan beberapa lembaran won yang kumiliki yang sedikit basah karena
hujan beberapa jam yang lalu. “gamsahamnida, agasshi.” Ujar kasir tempat
tersebut sambil tersenyum ramah. Sangat ramah.
Setelah beberapa meter pergi menjauh dari toko itu, aku
teringat senyuman penjaga kasir itu. Entah apa itu senyuman standar pegawai
disana dengan para pembeli, atau apa. Tapi aku merasa ia tersenyum dengan sangat
lapang dada. Tanpa pemaksaan.
Tiba-tiba aku merasakan rasa iri. Aku memang tidak begitu
ramah pada orang, buktinya aku tidak memiliki seorang sahabat sama sekali
sampai sekarang. Tapi untuk Min Woo oppa beda.
Dia kan bukan sahabatku. Lebih dari sahabat.
Sejak aku berpacaran dengan Min Woo oppa, banyak desas-desus
tersebar tentangku. Mau itu aku yeoja yang sengaja berpacaran dengan oppa
karena kepopuleran, karena ia ganteng, dan lain sebagainya.
Karena, sebenarnya aku bukan termasuk kategori cewek yang
ramah, dekat dengan siapapun, dan emosional. Banyak yang beranggapan aku ini
terlalu membosankan. Yah, aku bukan cewek yang periang.
Tapi, semenjak oppa hadir dalam hidupku, duniaku mulai
berubah sedikit demi sedikit. Masalah demi masalah kita lewati semua. Caci dan
maki kita tangkis semua. Entahlah, tapi kurasa, semenjak aku dekat dengan oppa,
aku bisa berbicara di depan, membalas sapaan orang lain, dan tidak kikuk di
hadapan para sunbaenim.
Aku rasa hidupku takkan berubah jika tidak ada oppa.
JELEGER!(Reader: thor, bunyi apaan nih?!-_-“) suara kembang
api menggelegar menggema keseluruh penjuru taman bermain. Aku segera menoleh ke
belakang. Kembang api yang indah..
Aku pun kembali berjalan. Berjalan menjauh membelakangi
sumber kembang api tadi. Tapi.. kok aku merasa ada yang janggal ya?
Ah, ya! Aku teringat pada janjiku dengan Min Woo oppa!
Haduh, aku harus cepat-cepat kesana nih!
Aku berlari mengikuti arus pengunjung lain. Tujuan kami
semua sama, pergi ke central park. Akhirnya aku sampai disana. Aku berjinjit di
antara kerumunan orang. Aku menggerutu, “Min Woo oppa, eodiseo?”
Aku terus menengokkan kepala ke kanan, kiri, belakang,
depan. Tapi hasilnya nihil. Ia tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.
Aku pun pergi menjauh dari kerumunan orang dan central park.
Berharap akan bertemu dengan oppa ditengah jalan.
~”~
Aku sampai di taman. Aku menyeka keringatku. Sebenarnya ia
menghilang kemana sih? Aku mencarinya dari ujung sampai ujung lagi(reader:
bahasa apaan ini thor?). namun hasilnya nihil lagi. Seketika aku punya firasat
buruk. jangan-jangan oppa sengaja meninggalkanku di taman bermain?
Aku duduk di bangku taman. Disini sepi sekali. Aku tahu
pasti orang-orang berada di Central untuk menonton pertunjukan kembang api dan
beberapa parade musim panas. Aku merebahkan tubuhku di atas bangku. Membuat
senyaman mungkin di atas bangku kayu yang dingin ini.
Aku mendongakkan kepalaku ke atas. Langit begitu cerah malam
ini. Penuh dengan bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Tiba-tiba aku
tersenyum kecil. Karena aku merasa bahagia? Oh, entahlah. Aku pun tak tahu
alasannya.
Tiba-tiba ada tangan yang mengibas-ngibaskan tepat di atas
mukaku. Ini bukan tangan biasa, eh, hei! Ini hanya badut. Aku langsung duduk
tegak sambil menatap badut itu heran. Mengapa ada badut di taman sepi ini?
Badut itu memberi sinyal dengan tangannya padaku untuk mendekat.
Sontak, aku berdiri dan mengikutinya.
Tiba-tiba badut itu meraih tanganku dan kita sama-sama
berlari. “yak! Kau mau bawa aku ke mana?” ujarku sambil memukul-mukul
pundaknya. Badut itu diam dan tetap melanjutkan perjalanannya ke Central Park.
Kami menembus kerumunan orang-orang. Aku menutupi mukaku
dengan telapak tanganku. Aku malu ditunjuk-tunjuk sambil dipelototi oleh
beberapa anak kecil karena ditarik dengan maskot harimau. Mungkin mereka iri
padaku. Hehehh, entahlah.
Akhirnya kami berada di pinggir air mancur pusat titik
central park. Aku sungguh malu. Para pengunjung, aku ralat, semua pengunjung, melihat
kearah kami dengan wajah penasaran.
Tiba-tiba badut harimau itu berlutut di depanku sambil
membuka topeng badutnya. Mataku langsung membelalak serta berseru kaget, “Min
Woo oppa!” ia langsung menatap mataku dengan tatapan serius miliknya. Ia segera
mengambil sesuatu dalam kantong baju badutnya. Sebuah kotak berwarna hitam
berada dalam genggamannya.
Ia membuka perlahan kotak tersebut, “maukah kau menjadi
pacarku dan pendamping hidupku selamanya?” ujarnya dengan satu nafas. Mukanya
merah sekali. Aku yakin, ia juga sedang gugup.
Dadaku langsung mencelos saat mendengar permintaannya.
Badanku terasa panas semua. Seperti hampir mau meledak.
Semua pengunjung mulai menyorakiku, “Terima! Terima!” aku
menatap dalam matanya. Seperti mencari celah dalam baja yang kuat. Dan dengan
pertimbangan yang matang, aku menjawab,
“ne. aku menerimamu.”
Lalu ia memasang cincin yang ia persiapkan di jari manisku.
Mulai terdengar siulan untuk kita.
JELEGER! JELEGER! Sorak sorai bunyi kembang api mulai
menggema kembali. Tepat pada saat itu juga Min Woo oppa menghambur dalam
pelukku. Namun aku tahan.
“kau.. kau sudah mengingatku?” ia mengangguk kuat. “jinjja?”
tanyaku lagi. “ne, jinjja”
“kapan kau mengingatku?” “mau kemarin atau sekarang itu
bukan masalah. Yang penting sekarang aku mengingatmu adalah sebagai
yeojachinguku selama 7 tahun dan akan menjadi istriku di masa depan.”
Aku tersenyum bahagia. Sangat. Ia mau mencium keningku, tapi
kutahan lagi.
“lantas, bagaimana dengan beasiswa di Jepangmu itu?” ia
hanya cekikikan. “YAK! KAU BERBOHONG, HAH?” teriakku. “mianhae. Aku mengarang
tersebut hanya untuk menggertakmu saja”
Aku langsung menatap tajam padanya dan ia hanya membalasnya
dengan cengiran. Ia langsung meraih kepalaku dan mengecup keningku,
“selamat ulang tahun jadi kita yang ke-8” bisiknya.
Aku hanya dapat tersenyum seadanya. Badanku terasa capek,
sangat. Namun jiwaku rasanya ingin melompat-lompat.
Kau,
Satu-satunya orang
yang telah
Menyulut api dihatiku
Kau,
Satu-satunya orang
yang telah
Membutakanku akan
pesonamu
Hanya kau,
Satu-satunya orang
yang telah
Membuatku mencintai seseorang,
Apa adanya
Akankah keajaiban seperti ini akan terjadi lagi? Entahlah,
hanya tuhan yang mengetahuinya.
THE END.