Senin, 16 Desember 2013

Don't You Remember Me (Author : Lee Ji Hyun)

Author: Lee Ji Hyun

Cast: Seo Yi Hyun(Original Character)

No Min Woo(Boyfriend)          
  
Other Cast:All member Boyfriend

Yoo Seung Ho(Cameo)

Genre:Romance, angst, hurt, little bit fluff ._.

Length: Oneshoot

Rating: General(G), PG

Disclaimer:HUWAA! Akhirnya first ff oneshoot tamat juga *sujud syukur* sebelumnya, author mau wanti-wanti, ini cukup panjang, jadi dibacanya kalau lagi bener-bener senggang, ya! Ah ya, dan.. mian kalau ceritanya kadang meleset dari genre. Hehehhh

Ah, ya! Author punya recommended song, buat kalau reader baca ffnya cukup ngena. Soalnya author biasa pake lagu ini kalau lagi nulis. Maaf ya bukan lagu boyfriend yang dipake. Soalnya author gak tau lagu ballada boyfriend yang mana. RCL selalu, dan kriktikan terpenting! ;) –JiHyun-

Recommended Song: Super Junior KRY, Coagulation.

 Super Junior KRY, Heartquake.

HAPPY READING!

_Don’t You Remember Me?_

-Seo Yi Hyun pov all-

Air mata ini kembali mengalir. Sudah berapa kali hari ini aku menangis?

Perih. Memang, disini sangat perih. Walau sudah berapa kali diobati, perih ini masih terasa. Sampai kapanpun.

~”~

Dengan tatapan kosong, ia masih menguyah apel yang tadi kusuapi. Aku kembali bergetar, Tidak! Aku harus tahan tangisanku sebentar dihadapannya.

“mashitta?” tanyaku memecah kesunyian. Ia mengangguk. Dengan tatapan lurus tak memandangku.
Kali ini aku gagal.

~”~

“otte?” Tanya Kwangmin. Aku menggelengkan kepala pasrah. Ku tutup pintu perlahan, dan segera keluar ruangan “sedang apa dia sekarang?” kali ini Jeongmin bertanya. “tidur” jawabku lirih.

#flashback#

Aku terkejut. Sangat. Saat mendengarnya begitu.

“Minwoo ya, masa kau lupa? Ini kan Yi Hyun mu.” Ujar Hyun Seung. “kau pasti sedang bercanda Minwoo” sambung Donghyun. “ani, hyung. Jinjja” jawab Minwoo sambil tiduran di atas ranjang.

#Flashback2#(flashback dalem flashback yaa)

Setelah 5 bulan Minwoo koma, Minwoo, ani, nae namjachingu yang sangat kurindukkan, akhirnya bangun kembali.

Aku menghampiri ranjang tidurnya dengan semangat. “oppa.. neomu bogosippeo” ujarku sambil memeluknya. Aku merasa aneh, mengapa ia tak membalas pelukanku?

Ku lepas pelukanku, dan kupandangi dia, “oppa?” ia membalasku dengan tatapan dingin,
“hyung, siapa dia?”

Kelima sahabatnya yang memang sedang di ruangan itu. Langsung melihatku dan minwoo oppa. “itu Yi Hyun… Minwoo. Ingatanmu payah saeng!” ujar Kwangmin. “masa sama yeojachingu saja lupa? Hahaha.. neomu pabo” lanjutnya. aku ikut terkikik dengan Kwangmin.

“jinjja, hyung. Ini pasti yeojachingumu kan hyung?” aku terkejut.

“hei, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda Minwoo..” lerai Hyunseung.

Aku semakin terkejut, ada apa dengannya?

Pintu kembali berderit, ada yang masuk. “Minwoo, gwaenchana? Eomma khawatir sekali..” ujar eomma Minwoo yang langsung memeluk anak satu-satunya itu.

“ne eomma, gwaenchana.” Jawab Minwoo disertai senyum manis. Aku tersenyum kecut, seandainya senyum itu juga untukku..

“ah, Yi Hyun ah! Apa kabar? Kau mengunjungi Minwoo?” “ne,” kujawab seadanya. “kau ini bagaimana, sih?! Kok Yi Hyun dicuekin gitu sih? Apa kau tak kangen padanya?” tegur eomma Minwoo.
“kangen? Untuk apa? Aku baru kali ini melihatnya, eomma”

Sekejap air muka No ahjumma berubah. Mataku perlahan berkaca-kaca. Oh tuhan..

~”~

Eomma Minwoo  mengajakku ke taman di sekitar rumah sakit. Ia bercerita sedikit terburu-terburu dan penuh isakan. Aku hanya sebisa mungkin tetap terlihat tegar didepannya. Walau, rasanya air mata sudah berada di ujung pelupuk mata.

“begitulah Yi Hyun, ahjumma  juga tak mengerti mengapa ia mengalami amnesia. Dan, yang paling ahjumma tak habis pikir, mengapa ia hanya tak ingat padamu?” aku hanya mengangguk pelan. Sambil mengusap pelan punggung No ahjumma agar tangisannya reda.

“hiks.. hiks.. mianhae Yi hyun, jeongmal. Ahjumma tak bisa berbuat apa-apa lagi..” lagi-lagi aku mengangguk.

Mengangguk menerima kenyataan.

#All Flashback Off#

10 hari kemudian..

Kelas terakhirku berakhir sudah. Ku selempang tas, dan mengangkat beberapa buku tebal ini. Huuh~ betapa beratnya ini.

Sudah 5 hari kuliah dimulai lagi. Aku, yang kali ini menginjak semester terakhir, semakin sibuk karena harus merampungkan tugas dan makalah yang belum diselesaikan.

“annyeong Yi Hyun ah! Sendirian?” Tanya seorang namja tepat setelah aku keluar kelas. Belum sempat kubalas, ia langsung membawa buku-buku tebal dariku.

“tak usah repot-repot Seung Ho –ssi, aku bisa sendiri.” Larangku. Ia hanya memberi senyuman dan pergi menjauh dari kelas. Aku pun menyusulnya.

“sudahlah Yi Hyun ah! Aku kasihan melihatmu dengan buku-buku ini, takut-takut, matamu tak bisa melihat jalan karena ketutupan.. kkkk” godanya. Aku hanya bisa cemberut sambil berjalan cepat—mengimbangi langkahnya yang panjang itu.

Huh, pasti hari ini hari yang sangaaat sial! Gerutuku. Namja itu—Yoo Seung Ho—selalu saja menggodaku—menggangu—Aku dan ia sudah kenal sejak SMA karena sekolah kita memang sama. Sempat beberapa kali di SMA ia menembakku. Tentu saja selalu kutolak, karena aku sudah berpacaran dengan Minwoo oppa. Bahkan, Minwoo oppa suka bertengkar dengannya di SMA hanya karena aku.

Dan akhirnya ia kuliah di universitas yang sama denganku. Katanya, walau aku sudah ada yang punya, ia akan tetap mengejarku. Yah, terbukti sampai sekarang kan?

Ia selalu mengikutiku kemana-mana, jika aku tidak bersama Minwoo oppa. Aku selalu risih bila melihatnya menggangguku. Andaikan saja, jika tadi saat ia menggodaku di depan kelas, pasti aku sudah minta tolong Minwoo oppa. Andaikan saja..

“walaupun lagi melamun, kau tetap manis ya..” ujarnya tepat di depan wajahku. Aku buru-buru memalingkan wajah sambil mengedip-ngedipkan mata. “mworago?!” tanyaku. “mana pangeranmu? Tumben tuan putri tanpa pengawalan pangeran. Biasanya kan lengket kayak amplop..” ujarnya tak mengindahkan pertanyaanku.

“Yak!! Yoo Seung Ho! Dengarkan aku!” teriakku sambil melompat-lompat didepannya. Aku memang pendek dibanding dengannya yang setinggi pohon kelapa itu…  _ _”

“eh? Mana tadi si pendek itu? Kok ngilang sih?” ujarnya sambil sok pura-pura tak melihatku. Aku mengibas-ngibaskan  tangan, “yeogi! Yeogi! Yak! Paboya! Nan yeogitta!!” teriakku. “mworago? Aku tak mendengarmu”

Dengan tak sabaran, aku menarik kerah kemejanya, “yeogi, babo” ujarku di depan mukanya. aku melihat pipinya kemerah-merahan. mwoya? Mengapa sedekat ini?!

Dengan cepat, aku melepas kerahnya. Beberapa siulan diberikan untukku dan dia. Aku baru ngeh kalau ini di koridor utama! Heuh.. betapa malunya aku.

Nampaknya Seung Ho juga merasa malu. Siapa suruh menggangguku?

“sudahlah, lupakan yang tadi. Sini, berikan padaku.” Ujarku tenang sambil menyambar buku dari tangannya. Belum selangkah. Tangannya menahan lenganku, “jamkkaman! Eum.. apa hari ini kau ada acara?” aku hanya meliriknya heran. “aku.. aku.. eumm, mau mengajakmu makan siang”

Kepalaku mulai pusing. Ada apa dengannya?! Bukannya seharusnya ia tahu kalau aku sudah punya namjachingu? Aku tergagap tak bisa menjawabnya, tangannya masih mencengkeram lenganku.

Detak jantungku mulai tak karuan, sejak kulihat Minwoo oppa berada di ujung koridor. Aku kaget, secepat inikah ia kembali dari rumah sakit? Tampak sedang melihatku dengan tatapan tajamnya itu. Oh andwae..

Rasanya aku ingin berteriak, “OPPA! TOLONG AKU! IA MENGGANGGUKU LAGI! TOLONG OPPA!”

Namun, rasanya tenggorokan ini sangat berat, mulut ini sangat kering. Aku hanya bisa berharap ia datang padaku dan menolongku.

Hanya bisa berharap…

Sedetik kemudian, ia pergi dari tempatnya barusan menjauhiku. Aku terkejut,

Oppa, apa kau benar-benar tak mengenaliku?

Seung Ho menarik lenganku, “kajja! Kita pergi makan!” dan menarikku pergi berlawanan arah dengan Minwoo oppa. Namun, mataku masih tak bisa berkedip memandangnya.

~”~

Aku sedang duduk-duduk santai di meja pelanggan tempat kerja part timeku. Hari ini sepi pelanggan, jadi kuputuskan untuk bersantai-santai saja.

Tiba-tiba ada SMS masuk, kurogoh kantongku dan melihat isinya.

From: Donghyun oppa.

Yi Hyun ah! Jika kau dapat telepon Minwoo, angkat dan terima ajakannya ya! jika kau menanyakan alasannya padaku, jangan sekarang. Aku sedang sibuk. Mian telah mengganggumu.

p.s: aku harap kau bisa bersikap biasa jika ia menelepon J

aku membaca ulang dua kali SMS itu. Aku bingung, maksudnya apa sih?

Tapi, saat melihat nama Minwoo oppa, hatiku mencelos. Akhir-akhir ini aku sedang berusaha menganggapnya seperti orang yang baru kukenal. namun, rasanya sulit sekali.

Ringtone ponselku berbunyi, memecahkan lamunanku. Dari Minwoo oppa! Aku tarik nafas dalam-dalam, Yi Hyun, kau pasti bisa!

“yeoboseyo? Yi Hyun-ssi?”

“yeoboseyo. Ne, ini dengan saya sendiri.”

“ah, ini aku, Minwoo. apa sekarang kau ada waktu luang?”

Aku mengerutkan kening, “hmm.. nampaknya ya. Waktu kerja part timeku berakhir kira-kira 10 menit lagi. Waeyo Minwoo-ssi?”

“baguslah. Ah, geurae, aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau bisa kan?”

Aku semakin bingung, “ne, saya bisa.”

“hyungdeul hari ini sibuk semua. Dan kebetulan aku sedang ingin mencari sedikit hiburan. Namun, aku tak tau kemana. Emm, maukah kau menemaniku?”

Pipiku memerah, rasanya seperti mengajak kencan lagi sejak 5 bulan lamanya. “eum.. araseo Minwoo-ssi”
“araseo. Dimanakah tempat kita bertemu?”

Aku sejenak berpikir, “di sungai Han. Kita bertemu di sungai Han setengah jam lagi.”

“heumm, sungai Han? Ara. Sampai bertemu disana Yi Hyun-ssi..”

“ah, ne..”
Tut, tut.

KYAA! Aku memeluk erat ponselku dan berteriak-teriak bahagia. “Yak! Yi Hyun ah! Mengapa berisik sekali?!”

“ah, jwisonghamnida boss!”

~”~

“mengapa kau lama sekali sih?!” aku hanya bisa cengar cengir membalasnya. “kukira kau sudah sampai. Ternyata telat 10 menit.” Aku hanya tersenyum seadanya. Kebiasaan Minwoo oppa disiplin pada waktu masih belum hilang.

“jadi sebenarnya kita ngapain disini Yi Hyun-ssi?” tanyanya dengan nada kesal padaku. Yah, sudah hampir satu jam kita duduk-duduk di pinggir sungai tanpa melakukan apapun. Hanya memandang air sungai yang tenang.

Aku hanya tersenyum, tidak melepaskan pandangan di depanku. “aku hanya ingin.. mengenang masa lalu.” Ujarku sepelan mungkin.

Aku yakin pasti ia sekarang memandangku dengan tatapan bingungnya.

Sebenarnya.. tempat inilah pertama kali aku dan Minwoo oppa bertemu. 8 tahun yang lalu.. waktu kita masih tidak mengenal sama sekali. Terjebak dalam balutan seragam SMP..

#Flashback#

Aku sedang mengamati dalam pandangan di depanku sekarang, sungai Han. Aku memang sudah biasa kesini sepulang sekolah, mencari ide untuk lukisanku nanti.

Huuh.. kuhembuskan nafas berat, dan membuka buku sketsaku. Ayo kita mulai..

BUG! “aww! Ige mwoya?” huh, sial. Ternyata aku terkena bola baseball nyasar tepat di kepalaku. “ugh, ini bola siapa sih? Sampe nyasar kesini!”

“itu bolaku. Mian telah mengganggumu” tampak seorang namja mendekatiku. aku melihatnya dengan tatapan kesal, “makanya hati-hati dong lemparnya! Jadinya malah gini kan!” aku membentaknya. Ia meraih bolanya dari tanganku dan duduk di sebelahku.

“bolehkah?” aku hanya mengangguk acuh tak acuh. Kepalaku masih terasa sakit. “kau tahu? Rasanya nyaman berada disini, rasanya hanya tempat inilah aku bisa melampiaskan semuanya.” Ia memulai pembicaraan sembari memainkan bola. Aku masih berkutat dengan sketsaku.

“rasanya berat sekali jika hidupmu berubah secara drastis,” aku mendongak memandangnya yang sedang melihat ke arah sungai. “eomma harus kerja tulang banting untuk membiayai semuanya. Tanpa appa, tiba-tiba keluargaku sedikit berantakan,” aku memandang aneh padanya. “ setelah ditinggal appa, eomma selalu saja menasehatiku akan masa depanku. Rasanya aku ingin menolong eomma, namun apa daya, aku tak bisa melakukan apapun.”

Aku mulai membuka mulutku lagi, “apa yang sedang kau bicarakan?” “ne?” ia memandangku. “apa kau tidak merasa risih?” tanyaku lagi. “risih gimana?” aku memutar bola mataku, “mengapa kau bercerita suatu hal yang pribadi pada orang yang kau kenal?”

Beberapa saat ia terdiam, mungkin sedang menyusun kata-kata. Tapi, kata-kata yang keluar dari mulutnya membuatku sedikit terperangah, “karena aku percaya padamu”

#FlashbackOff#

Sejak saat itu, aku selalu bertemu dengannya di sungai setiap pulang sekolah, setelah  beberapa hari kita bertemu, kita baru sadar kalau sebenarnya kita bersekolah di sekolah yang sama.

Setelah 1 tahun merajut pertemanan, aku resmi menjadi yeojachingunya di tahun kedua. sudah tujuh tahun aku menjadi yeojachingunya sampai sekarang. Jika memang ia belum memutuskanku.

“sudahlah! Aku sudah capek diam terus disini! Ditambah panas. Bisa kita pergi ke tempat yang lain?” ujarnya padaku. Aku masih bergeming, tidak bisa menemukan sosoknya yang selalu membahagiakanku kapanpun. Aku menoleh padanya, memang, jika secara fisik ini benar-benar dia.

Tapi hatiku berkata lain.

~”~

“sekarang kemana?” tanyaku sambil terus menatap jalan. “emm, maumu kemana?” aku mengerutkan kening, “mauku?” “ne. kau terserah memilih tempat tujuan kita.”

“takutnya kau bosan lagi.. terserah kau saja.” Ia sedikit tersenyum sambil terus mengendarai mobil. “kemanapun tempatnya, yang penting itu adalah pilihanmu. Karena aku percaya padamu.

Hatiku sedikit bergetar, aku tak salah dengar kan?

“araseo, kita ke taman bermain saja”

~”~

Aku memegang keningku. Lagi-lagi.. “huek!! Huek!!” sial, gara-garanya, aku jadi begini.

#Flashback#

Kita sudah sampai di taman bermain. Baru saja menginjakkan sebelah kaki, ia langsung menyeretku ke wahana roller coaster. “untunglah kau mengajakku kemari. Temanilah aku main ini ya?” aku hanya bisa melongo saat roller coaster tersebut mulai turun. Melihatnya saja sudah membuatku mual.

“jebal Yi Hyun-ssi.. sudah lama aku tak main ini. Mau ya?” aku menggeleng kuat. “shireo!!” “jebal..” “shireo! Aku tak suka roller coaster!” kali ini ia memberikanku jurus ‘aegyo-maut-nya’. aku terperangah, aku rindu sekali dengan aegyo dan rayuannya. Tapi..

“andwae! jangan memaksaku Minwoo-ssi” ucapku tegas. “oh, ayolah! Sekali saja..” ujarnya kembali dengan jurus aegyo maut yang lagi-lagi membuat jantungku tak karuan. Aiisshh.. untuk kali ini saja oppa,

“ara, ara.. ayo kita main.”

#flashbackOff#

Tanganku masih tertengger manis di keningku menahan rasa pusing ini. Aku sangat berkeringat. Mengingat bahwa sekitar 5 menit yang lalu tubuhku di jungkir balikkan membuatku mual lagi. Hhh..

“igeo!” ia menyerahkan sebuah permen kapas. Aku mengerinyit, “ige mwoya?” “hemm.. ini mungkin sebagai obat peredamu. Anggap aja.. aku sudah membalas kesalahanku.” Dengan paksa ia meletakkan permen kapas itu pada tanganku.

Aku menatap datar permen kapas yang berada di genggamanku. “gomawo Minwoo-ssi. Tapi aku tidak bisa memakannya.” “mwo? Oh gitu, sekarang kau sedang jual mahal padaku?” aku menggeleng pelan, “aniyo. Aku alergi gula.”

“gotjimal! Mana ada orang yang alergi gula?” “ada.” “nugu?” aku menggeram pelan, “naega.” Dia tampak tak percaya. Aku langsung mengalihkan pembicaraan, “aku hargai usahamu memberikanku ini. Gomawo”
Aku beranjak dari kursi. “kau mau kemana?” tanyanya. “mencari minuman.” Ia hanya ber-oh ria.

~”~

Setelah membayar kopi, aku langsung menyuruput kopi tersebut perlahan. Hemm, nikmat. Kopi dingin tanpa gula dan krim, tampaknya minuman seperti ini akan menjadi favoritku pada musim panas kali ini.
Ponselku bergetar, kurogoh sakuku. Ada pesan, darinya.

From:Minwoo oppa^^

Aku akan bermain-main sebentar. Tunggulah di taman tadi. Aku akan kembali.

Aku mengerutkan kening, aku paling benci menunggu. Huh! Sudah kubela-bela ikut dengannya bermain roller coaster, sekarang apa lagi ini?

~”~

Semilir angin menyejukkanku yang sedang berteduh di taman. Aku menghirup dalam-dalam bau musim panas ini. Walau hangat, namun rasanya ada yang berbeda. Sangat.

Aku mengulang memoriku dengannya beberapa kali ini. Aku merasa asing dengannya. Kepribadiannya memang  sedikit tidak berubah. Namun, kepribadiannya terhadapku berbeda.

Tiba-tiba rasanya dadaku sesak, dan air mataku menguak keluar. Apa ini benar benar takdir tuhan? Jika ya, aku ingin merubahnya.

Aku terisak pelan. Aku pukul perlahan dada ini yang semakin perih ini. Ini pasti cobaan.. cobaan dari tuhan padaku. Ujian yang mengujiku sejauh mana kesabaranku ini. Kesabaranku pada namja yang tujuh tahun berada di sampingku.

~”~

“Yak! Ireona!” aku tersentak. “aku sudah selesai bermain-main. Ayo kita pulang.” Aku masih terpaku ditempat sambil mengumpulkan roh.

“nuguya?” tanyaku padanya. Aku sekarang sedang melihat pemandangan yang paling kubenci sekaligus kutakuti. Minwoo oppa sedang melingkarkan tangannya pada pundak seorang yeoja yang—yeah, kuakui menjadi rivalku di kampus.

“Ini Min Ra. Kau lupa dengannya? Katanya kalian satu jurusan?” aku tak mengindahkan pertanyaanya dan langsung menegak abis kopiku didepan mereka. Aku tak peduli apa kata mereka.

“ehm.. Minwoo oppa, sebaiknya aku pulang duluan. Aku ada latihan cheers” ujarnya sambil menyentuh pundak kanan Minwoo oppa intens. Pupil mataku membesar, aku tahu ia sengaja. Terlihat dari matanya yang melirikku sambil memberikan sebuah smirk.

Aku hanya dapat membalasnya dengan tatapan tajam yang kupunya.

~”~

Aku kembali masuk ke mobil. Tubuhku bergetar, mengapa air mataku keluar? Ada suara bantingan pintu. Segera kumenengok sebelah kiriku. Rupanya Minwoo.

“kau kenapa sih?” aku hanya bisa menggeleng. “ehm, araseo. Sekarang kita mau kemana lagi?” tanyanya lagi. Sejenak aku berpikir, “taman Shin, depan apartemenku” jawabku sambil memandang lurus ke arah jalanan.

“arraseo nona Seo”

~”~

“igeo!” seruku sambil menyerahkan segelas teh. “ige mwoya?” “teh hijau. Masih panas, hati-hati minumnya” ia segera menyeruput teh tersebut. Aku ikut duduk di sebelahnya di bangku taman.

“Yi Hyun-ssi?” “ne?” “mengapa kau senang sekali ke tempat yang sepi?” aku berhenti menyeruput teh. Dan berfikir, “karena, ada beberapa tempat yang memiliki kenangan tersendiri bagiku.
Ia menghempaskan badannya sambil meregangkan kakinya. “kenangan seperti apa maksudmu?” aku membatu seketika. Haruskah aku menceritakan tentangnya di masa lalu? “ehm.. igeo.. hmm..” suara dering ponsel terdengar. Menghentikan percakapan kita sementara. Ia segera mengangkat telepon itu. Aku menghela nafas, syukurlah.

Sebenarnya, tempat yang kami kunjungi adalah tempat-tempat kenanganku dengannya. Sungai Han—adalah tempat pertama kali kita bertemu dan berbagi kisah. Disitulah aku mengenal sosok Minwoo oppa. Taman bermain kota—itu juga tempat kenangan kita. Itulah tempat pertama kali aku dengannya berkencan. Dan juga yang terakhir. Jika ia benar-benar memutuskanku.

Dan taman ini—adalah saksi bisu dimana 7 tahun yang lalu Minwoo oppa menembakku. Dan juga.. di sebrang jalan sana, tempat dimana Minwoo oppa tertabrak 5 bulan yang lalu. Dimana aku, melihat kejadian tersebut dengan mata kepalaku sendiri.

Selama 5 bulan ia koma di rumah sakit, aku selalu menangis, setiap hari. Dimanapun aku mengingatnya, air mata ini tidak bisa terbendung lagi. Dan juga, selama 5 bulan itu aku selalu menyalahkan diriku sendiri.
Mengapa ia harus mengantarku di malam itu? Mengapa aku harus berteriak memanggilnya sementara ia berada di bahu jalan? Mengapa kau membiarkan ia menyetir walau ia sudah lelah seharian mengajarku? Mengapa? Mengapa?

Hidupku dipenuhi pertanyaan selama 5 bulan itu, menunggu untuknya bangun dan memanggilku seperti biasanya. Dan mewarnai hidupku yang kelam  selama tanpa ada dirinya.

“ne, arraseo” jawabnya pada seseorang disana. Ia menutup teleponnya dan segera beranjak dari kursi, “ada apa?” “ehm.. jeongmal mianhae Yi Hyun-ssi. Aku ada urusan mendadak. Kau pulanglah duluan, apartemenmu dekat sini kan? Aku harus duluan. Annyeong” ia langsung berlari menuju mobil yang ia parkir dipinggir jalan. “ah ye, annyeong” ujarku pelan sambil melihatnya berlalu.

Ada apa sebenarnya? Semoga saja ini tidak ada hubungannya dengan yeoja tengik itu.

~”~

1 minggu kemudian..

Aku membawa buku-buku tebal ini. Ini beraat sekali. Bahkan aku sempat berfikir bahwa ini bukan buku, ini barbell berbobot 10 kg.

KRIEEK! BEDUM!(?) Bunyi pintu perppustakaan yang sudah berpuluh-puluh tahun ini terdengar. Menggotong(?) buku-buku tersebut sambil menggertakan gigi, aku berjalan menjauhi perpustakaan dan mendekati koridor utama.

Hyuuu hembusan angin dingin menusuk bulu romaku. Eh, hei! Jangan bilang hari ini…

ZRRASSHH.. HYAA! HUJAN! Mengapa di saat-saat seperti ini? Aku menggerutu sambil menurunkan buku-buku tebal ini. Sejenak aku berpikir, aku meminjam buku-buku ini lain kali saja. Mungkin, dengan ke perpustakaan akan menghabiskan sedikit waktu, dan hujan pun akan reda sebentar lagi.

~”~

APA-APAAN INI?! HUJANNYA BELUM REDA? Malah semakin deras.. aneh, baru kali ini aku melihat musim panas hujannya seperi ini -3-“

Aku merogoh tasku. Mencari penyelamat di saat hujan, payung(?) eh, eh, EH! Aku lupa kalau payungnya aku simpan di rumah. Kukira musim panas takkan hujan seperti ini.

Seketika aku jadi loyo, tiba-tiba terbesit ide untuk menelopon eomma supaya dijemput dengan mobil. Segera kuraih ponselku dari saku dan memencet  speed dial nomor 1nomor eomma.

Ah, aku baru ingat! Kemarin baru saja mobilnya masuk ke bengkel. Jadi mustahil eomma bisa menjemputku.
Aku mengucapkan sumpah serapah dalam hati, sial! Terminal bis kan cukup jauh dari sini?! Rasanya beribu sial hari ini. Baiklah, terpaksa deh.

~”~

Huh, baiklah. Dengan berat hati, aku harus.. ZRAASSHH aku berlari menembus hujan lebat, ku tutupi kepalaku dengan tas selempangku. Sudah tidak peduli pada buku-buku yang tidak akan mungkin ‘selamat’ dari air hujan.

Setelah berlari dari koridor utama, aku berteduh sebentar di pos satpam. Pagar kampus.. tinggal beberapa meter lagi. Aku menepuk-nepuk pelan kemeja yang sudah basah dan celana jeansku. Sudah tidak ada harapan lagi. Semoga besok aku tidak flu.

HATSYI! Aaa.. kayaknya gak mungkin deh.

Hari semakin malam, aku melirik pada arlojiku, sudah jam 7 lebih. Waa.. aku harus menelopon eomma aku akan terlambat pulang. Ditengah-tengah hujan deras sejak tadi sore, aku mencari ponselku di saku.

KETEMU! Tapi.. SIAL! Kenapa kemarin aku lupa menchargenya? Hah, ponselku habis baterai,bagus.

~”~

Tiba-tiba datang mobil sport dari arah gedung kampus ke jalan raya. Wah kesempatan bagus! Mungkin aku bisa ikut menumpangnya sebentar. Hehehe..

Aku melambai-lambaikan tangan berusaha mencegat mobil itu. Mobil bercat merah itu berhenti di depan pos. jendelanya mulai terbuka, aku mencondongkan kepalaku. Sekejap, aku membelalakan mata. Ini mobil Minwoo oppa.

“ah, Yi Hyun-ssi? Ada yang bisa kubantu?” serentak kepala dan tubuhku menjauh dari mobilnya. Bagaikan mobil ferrarinya adalah virus yang mematikan.

“sejak kapan ia mengganti mobil?” bisikku. “ne?” ia bertanya. Masih didalam kursi pengemudinya. Aku menggeleng mantap. “ani, Aniya. Maaf telah mengganggumu Min Woo-ssi” ucapku sambil membungkuk.

“kau perlu tumpangan?” tanyanya spotan. Aku langsung mendongakkan kepala, apa ia sedang membaca pikiranku? “ne?” “kau perlu tumpangan?” ulangnya dengan penekanan di  tumpangannya. “ah, aniya Min Woo-ssi. Aku bisa pulang dengan bis.” Ucapku sopan. Eh, hei? Mengapa kau menolaknya? Bukannya dari tadi kau memang butuh tumpangan?

Rupanya egoku lebih tinggi dari yang kuduga. “tak apa kau naik bis? Halte bis disini cukup jauh. Lagian, sepertinya hujannya tak akan cepat reda” ujarnya sambil memandang luar. Aku mengikuti arah matanya memandang langit melihat sambil tersenyum kecut. Memang, sudah 2 jam belum reda.

“tidak usah. Jeongmal, aku bisa sendiri Min Woo-ssi” jujur, aku benci pada diriku sendiri. Lebih memilih sakit flu dibanding naik mobilnya.

Ia sedikit mengerutkan keningnya saat mendengar jawabanku itu. Kecewakah? Haha.. mana mungkin. “arraseo Yi Hyun-ssi, aku duluan. Permisi” ujarnya mengendarai mobilnya lagi. “ne” ujarku lirih.

Aku memukul dadaku pelan. Sakit sekali. Aku menyeka keringat yang berada didahiku. Ini aneh, mengapa aku merasakan panas dihari hujan ini?

~”~

Mataku masih bertahan menatap tanah. Tanganku masih bertahan memeluk kaki dingin ini. Mataku masih bertahan, bertahan mengeluarkan air mata yang tak kunjung berhenti.

Hujan masih turun dengan derasnya. Aku tak tahu apa rencana tuhan sebenarnya. Memenjarakanku di tengah dinginnya ini? Entahlah. Aku bangkit, setidaknya aku bisa bangun dari dengan sisa tenagaku ini. Aku menghirup nafas dalam aroma embun senja.

Tanpa kuperintah, badanku menerobos hujan lebat itu. Terhuyung-huyung berjalan menuju gerbang. Atau bisa dibilang, jalanku saat ini tak tentu arahnya.

BUK! Aku terjatuh. Entahlah, tapi aku merasa badanku tidak menyentuh dasar tanah. Aku merasa air hujan tak menerpaku lagi. Rasanya kepalaku pusing, dan badanku juga lemas. Tapi aku merasa badanku seakan melayang. Ada apa ini?

~”~

Aku mengerjapkan mataku. Dimana aku sekarang? “kau sudah bangun?” aku menatap ke depan, jalanan? “ sudah kuduga kau membutuhkan tumpangan” aku mengerinyitkan kedua mataku “mian. Aku hanya punya cardigan. Kau pasti sangat kedinginan kan?” suara ini..

“MInwoo-ssi?” aku menoleh ke kiri. Wajah itu.. sedang menatap jalanan dengan seriusnya. Aku menatap matanya, matanya teduh sekali. Membuat setiap orang yang menatapnya akan terlarut dalam kesejukkannya.
“Ne?” aku terkejut, langsung mengalihkan pandanganku pada jalanan lagi. “mianhae Yi Hyun-ssi, pemanas mobilku mati. Dan aku tidak bisa menyetir tanpa AC” aku tersenyum lemah, “gwaenchana” “lebih baik kau tidur lagi, sepertinya kondisimu melemah”

Entah karena apa, aku tertidur. Pulas sekali. “ehm..” aku mengerjapkan mata. Memandang jalanan sebentar, apartemenku sebentar lagi sampai. “apartemenku belok kanan ya”

Aku menyipitkan mataku, “yak! Minwoo-ssi! Kita ke mana?” aku menoleh kearahnya, ia hanya tersenyum samar. “Yak! Minwoo-ssi!” “minwoo-ssi! Apa kau-“ omonganku terputus. “bisa kau diam sebentar? Ini mobilku, aku yang menyupir. Terserah aku saja kemana kita pergi” aku hanya bisa memutar bola mata. Sikap ego oppa kambuh lagi. Dan jika itu terjadi, aku tidak bisa mengelaknya.

“di depan sana ada halte bis. Aku bisa pulang dengan bis” sergahku. “fufufu…” ia hanya tertawa. “aku tidak mau merepotkanmu. Jeongmal. Aku bisa naik bis” ia tertawa lagi. Kali ini lebih keras. “hahahaha! Tenanglah Yi Hyun-ssi, Aku tidak apa-apakan kamu.” Aku menoleh ke kaca samping. Setidaknya pemandangan disini lebih indah daripada melihat wajah mesumnya.

“Yi Hyun-ssi,” ujarnya pelan. Aku menjawab acuh tak acuh, sambil tetap memandang luar. “hem?” “maukah kau..” pemandangan ini.. sepertinya akrab dimataku. Ciiit..(author:sonepek rem mobil._.) kita sampai. Sampai di depan rumahnya.

“maukah kau membuatkan makan malam untukku?”

~”~

Aku terpaku. Isi kulkasnya memang selalu penuh. “wae? Katanya, masakanmu itu sangat enak” aku menoleh ke arahnya. “kata siapa?” ia menjawab singkat, “hyungdeul”

“oh” jawabku singkat. “kau sudah mandi?” tanyanya. Aku mengangguk, “oke. Aku mandi dulu. Setelah itu, kita makan” terangnya mendetail. Hei, memangnya aku eomma mu apa?

Akhirnya aku menerima permintaannya. Setelah membersihkan diri dan mengganti bajuku(aku pakai baju eomma Minwoo oppa), sekarang aku harus masak untuknya.

Di rumah berlantai dua ini, Minwoo oppa tinggal bersama eommanya. Hanya berdua. Sebenarnya, oppa punya seorang noona, Eun Soo eonnie. Tapi eonnie meninggalkan Minwoo oppa dan eommanya beberapa tahun yang lalu karena harus tinggal bersama suaminya yang bekerja di Ilsan.

Dari dulu oppa memang menyukai masakanku, lagian aku memang suka memasak. Selain melukis, kelebihanku terdapat dalam bidang itu. Dia lebih sering memakan masakanku dibanding masakan eommanya sendiri.

Eh, hei! Bukan berarti kalau nyonya No mengelantarkan anaknya begitu saja. Tetapi karena ia adalah seorang wanita karier. Beliau memnag lebih banyak menghabiskan waktunya ditempat kerjanya. Pekerjaannya itu seorang advokat. Yah, kutebak, pasti itu pekerjaan yang melelahkan.

Saat Minwoo oppa koma selama 5 bulan di RS, nyonya No selalu mendampinginya. Berganti waktu menunggu denganku walau menolak untuk berganti denganku. Terkadang, hatiku perih sekali melihat beliau menangis ditengah-tengah menjaga oppa. Aku berpikir, bahwa tidak hanya aku seorang yang sedih ditinggal oppa.

Tidak hanya aku..

~”~

“otte?” tanyaku. “bagaimana kau tahu makanan kesukaanku?” ujarnya dengan mulut penuh. “oh, jadi ini makanan kesukaanmu?” jawabku berpura-pura baru mengetahuinya. “yak! Gotjimal! Kau pasti tau dari seseorang kan?” “aniya” belaku.

“kau juga memberiku teh hijau tempo hari kan? Darimana kau tahu aku suka teh hijau?” “itu hanya kebetulan, mesin minuman terdekat hanya teh hijau” jawabku. Ia membalasnya dengan wajah cemberut dan menyimpan sumpitnya di atas meja.

“aku tidak nafsu makan” ujarnya memalingkan wajahnya dariku. Aku hanya bisa menghela napas, padahal, dari tadikan dia makan sangat lahap.

“ara, araseo, biar sup dan semua makanannya untukku saja” aku menarik piring-piring dan mangkok mendekat padaku. “andwaee!” teriaknya. “wae?” tanyaku menghentikan satu suapan bulgogi yang siap mendarat di mulutku.

“begopae.. boleh kan aku makan lagi?” sudah kuduga. Ia pasti terjebak dalam permainan konyolku ini. “araseo, makanlah semaumu” aku menyodorkan kembali piring dan mangkok yang tadi kutarik. Ia langsung menyerbu kembali dan berseru, “neomu mashitta!” aku hanya bisa menggeleng kepala.

~”~

“rumahmu di apartemen Yi Hyun-ssi?” tanyanya. Sekarang kita berada di mobil. Entahlah, tiba-tiba ia menjadi banyak omong. Sedari tadi di perjalanan, ia banyak sekali bercerita. Mungkin efek kekenyangan? Hahaha..

“ne” ujarku singkat. “wae?” tanyanya lagi. Kali ini dengan nada menginterogasiku. Aku mengerutkan keningku, “wae?” aku bertanya balik. “ah, maksudku, mengapa kau tidak tinggal di rumah saja?” jelasnya. Aku mengangguk pelan, “aku anak tunggal. Dan nae appa bekerja di luar kota. Jadi, sehari-hari aku tinggal bersama eomma saja. Lagian keluargaku tidak memerlukan tempat tinggal yang luas” jelasku panjang lebar.
Ia mengangguk sambil membentuk mulutnya bulat. “masuknya lewat jalan belakang Minwoo-ssi.” Ujarku memecah keheningan sesaat. Tiba-tiba aku merasakan hawa tidak enak darinya. Aku menoleh padanya, wajah cerewetnya berubah. Berubah menjadi Minwoo oppa yang dingin, seperti biasa.

Ciiit..(author: sonepek rem mobil lagi yah._.v) mobil Minwoo oppa sampai di depan lobby apartemen. Aku menoleh lagi menghadapnya. Sekejap aku mengganti arah mataku darinya. Karena, saat aku menghadapnya, ia balas menatapku dengan tatapan yang.. sulit kuutarakan dengan kata-kata. Tapi, tatapan seperti itu.. tatapan sedih?

Hahaha.. jangan berkhayal Seo Yi Hyun. Ia hanya menganggapmu bukan siapa-siapanya.

Belum sedetik aku membuka pintu, ia menahan lenganku. Jantungku berdetak tak karuan. Oh, tuhan.. “Yi Hyun-ssi?” tanyanya dengan suara berat khas miliknya. Aku bergeming menatapnya dan tak mengindahkan ucapannya. “se..sebenarnya, entahlah, mengapa aku merasa harus memberitahukanmu tentang ini” aku masih bergeming. Kali ini seluruh badanku berkeringat deras.

“Yi Hyun-ssi, besok aku akan pergi dari Seoul. Aku mendapat beasiswa di Jepang. Mungkin, malam ini akan menjadi malam terakhir aku melihatmu. Gomawo atas makanannya tadi, itu sangat enak. Senang sekali aku mengenalmu Yi Hyun-ssi”

1 menit.. 2 menit..  5 menit.. “Yi Hyun-ssi, mianhae kalau aku lancang, tapi apa kau masih betah di dalam mobilku? Kita sudah sampai di depan apartemenmu” aku terkejut dan kembali sadar pada keadaan sekarang. “gamsahamnida Minwoo-ssi. Aku, aku juga senang berkenalan denganmu” ujarku sambil membuka pintu. Aku sedikit membungkuk dan menutup pintu mobil tersebut.

~”~

1 langkah.. 2 langkah.. 10 langkah.. apa aku harus membutuhkan setengah jam untuk melangkah beberapa meter ini?

1 tetes.. 2 tetes.. 3 tetes.. mengapa aku tidak bisa menahan air mata ini? Rasanya berat. Yah, berat. Berat jika tidak melepaskan beban di mata ini.

Rasanya aku bukan berjalan. Melainkan menyeret kakiku menjauh. Menjauh darinya.

Langkahku terasa amat berat. Ragaku terasa amat lemas. Rasanya seluruh kekuatanku seperti musnah ditelan ombak. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sama sekali. Inginku melarang, inginku berteriak jangan, inginku menahannya. Agar, ia tetap berada disisiku.

Tetap berada disisiku.

Apa daya, mungkin ini takdir kita. Takdir kita dari tuhan. Aku tidak bisa mengubah takdir, karena itu bukan kuasaku. Karena aku hanya seorang biasa yang, bergantung pada cinta sesaat. Seorang biasa yang, menganggap ini adalah cinta yang pertama, dan terakhir.

GREP! Aku merasakan sentuhan sepasang lengan melingkar dipundakku. Rasanya waktu seketika berhenti. Semilir angin pasca hujan terasa dari ujung rambut sampai ujung kaki.

Tangisanku tak kunjung berhenti. Bahkan sampai meraung-raung. Entahlah, aku tidak bisa menahan tangisan ini barang sekejap.

Lengan itu semakin erat memeluk pundakku. Kali ini aku merasakan kenyamanan, dan hangat. Aku bersumpah telah terhipnotis oleh kata-kata ini,

kajima, Seo Yi Hyun

~”~

“uljimma, uljimma Yi Hyun-ssi” aku tak tahu mengapa tidak bisa menahan tangisan ini.

“kalau kau terus seperti itu, orang-orang akan berpikiran bahwa aku sedang menculikmu” aku memejamkan kedua mataku. Aku masih sesenggukan, walau aku menutup mataku, tetap saja masih ada air mata yang mengalir.

Kali ini aku, lagi-lagi, berada di mobilnya. Aku tak mengerti menapa mau kembali duduk di sampingnya. Setelah ia menarik masuk aku kedalam mobilnya.

“sekarang kita kemana?” tanyaku menahan sesenggukan. Ia tersenyum penuh arti, “tenanglah. Kau pun juga akan tahu.”

~”~

Sepanjang jalan, aku dan dia hanya bisa diam sambil sesekali mencuri pandang satu sama lain. Perjalanan terasa sangat canggung. Kita sama sekali tidak berbicara.

Ciiit..(author: lagi lagi-__-) tanpa berkata apa-apa, ia keluar mobil dan membukakan pintu untukku, “kajja” ucapnya pelan.

Aku menggeleng kuat. Rasanya badanku sudah melekat pada kursi penumpang yang kududuki ini. Ia mengulurkan tangannya dan membuat mimik memohon.

Pipiku terasa panas, sekejap aku memalingkan mukaku. “oh, ayolah, Yi Hyun” aku menatapnya perlahan. Ia langsung menarik keluar lenganku. “Yak! Oppa neo-“ ujarku keceplosan. Aku menutup mulutku erat. Semoga ia tak mendengarku barusan.

 Seketika aku bersin, dan sedikit mengeratkan pegangan pada jaket yang oppa pinjamkan padaku. Menahan dinginnya angin malam.

“duduk” ujarnya tegas. Aku menarik tanganku darinya sambil berkata, “kau ingin membuatku mati kedinginan, hah?” ia tak mengindahkan pertanyaanku. “duduk Yi Hyun ah” ujarnya dengan volume yang lebih keras.

Entah mengapa, bak seorang anjing penurut, aku pun duduk pada bangku yang berada disekitar sungai. “apa yang kau-“ ucapanku terhenti olehnya. Tanpa berkata apa-apa, ia meraih tanganku dan memberikan sketch book milikku beserta pensil dan penghapusnya.

“ige mwoya?” tanyaku. “gambarlah suatu objek yang kau sering gambar disini.” Jawabnya acuh tak acuh tanpa memandangku sama sekali. Aku memandangnya janggal. Ada apa dengannya? Pertanyaan itu selalu muncul dalam benakku sejak aku menaikki mobilnya dari kampus.

Beberapa menit berlalu, namun kertas sketch book ku masih bersih. Aku masih memerhatikannya—memerhatikan matanya. Dan selama itu juga ia tidak balas memandangku melainkan melihat pemandangan sungai Han di depan. Kemudian ia menyilangkan lengannya di dadanya sambil duduk disebelahku.

“Mian telah membuatmu kedinginan” ujarnya sambil mencuri pandangku sedikit. Entahlah, tapi tiba-tiba aku merasa kangen pada Min Woo oppa. Min Woo oppa yang dulu.

“sudahlah. Aku tau aku ini ganteng. Tapi, jangan begitu juga menatapnya. Lama kelamaan kan aku..” seketika ia menghentikan perkataannya. Aku langsung memalingkan mukaku darinya dan menatap tanah. Kulirik sedikit ia, ternyata ia melihat ke bawah juga sama sepertiku. Hah, suasana macam apa ini? Canggung. Sangat canggung.

Aku menggenggam erat pensil pemberiannya. Dan mulai membuat kumpulan garis yang, yah, banyak orang bilang kalau sudah jadi, pasti sangat bagus(author: pede berat YiHyun-_-“). Aku mulai asik dengan duniaku sendiri, sampai-sampai ia membuka pembicaraan,”kau biasa menggambar ini?” tanyanya sambil menunjuk kearah sketch book ku.

Seketika aku menghentikan acara menggambarku, “wae?” tanyaku dingin. “nuguya?” tanyanya lagi tidak mengindahkan ucapanku. Aku membeku tidak bisa menjawabnya. Karena, yang biasa kugambar adalah potret dirinya.

“kau biasa menggambar ini Yi Hyun-ssi?” tanyanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Aku menutup rapat mulutku. Tak tahu mau berkata apa. “Yi Hyun-ssi?” “Yi Hyun-ssi, kau tak mendengar-“ “ne, ne! aku memang suka menggambar ini disini. Wae? Keberatan?” aku langsung memalingkan muka. Bukannya marah, tapi aku takut ia kecewa dengan jawabanku tadi.

“ani, ani. Aku hanya menyukainya saja. Gambar yang indah”

~”~

Aku terbangun, dari tidur yang cukup nyenyak. “baguslah kau sudah bangun. Kukira tadi kau pingsan” mendengar suaranya, aku sadar akan apa yang kulakukan hari ini. Aku sedikit meregangkan badan di dalam mobil. “kajja” sekejap ia sudah berdiri di samping kursi penumpangku dengan keadaan pintu mobil terbuka.
Ia menarik tanganku dsan keluar dari mobil. Seperti waktu itu. Badanku seperti terseret-seret olehnya. Mataku juga belum kunjung terbuka. Nampaknya ragaku enggan untuk bangun sekarang.
“hemh, kita di mana?” tanyaku dengan mata terpejam dan suara orang bangun tidur. Badanku mulai merasa dinginnya angin malam yang menusuk. Ia tak menjawab pertanyaanku. Huh, dasar sok misterius!

 Aku menadahkan kepalaku dan perlahan membuka mata. “ah!” mataku langsung menolak sinar lampu yang menyilaukan itu. Kemudian menutup mata lebih rapat lagi.

Langkahku dan ia berhenti. Tangan kita masih saling berpegangan. Perlahan aku mencoba membuka mata sambil menunduk. Hah, silaunya lampu tadi membuat mataku agak perih. Aku kucek perlahan kedua mataku sambil mengadah. “taman bermain?” dan mulai terdengar suara-suara ramai di dalam sana.

~”~

Setelah memberikan tiket pada penjaga, kita masuk ke dalam tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Aku melihat padanya yang tepat berada di depanku. Air mukanya.. mengapa ia terlihat serius sekali?

“Yi Hyun-ssi,” DEG! Aku langsung mengalihkan pandanganku darinya. Ia menghadap padaku.  Aku dan dia berhenti berjalan. Tangan kita masih saling bergandengan. “ada pertunjukan kembang api sekitar 1 jam lagi di central park taman bermain. Aku akan membeli sesuatu dulu. Kita bertemu disana satu jam lagi ya?” pintanya. Sungguh, aku harus mencerna ulang perkataannya
.
Karena, aku sedang tidak fokus. Jantungku berdegub begitu cepat saat merasakan tangannya yang sudah lama ini tak kusentuh.

“aku ikut denganmu saja” ujarku bak anak kecil yang tak mau ditinggal sendiri. “sudahlah Yi Hyun-ssi, kau sudah besar. Aku tahu kau takkan tersesat disini.” Andaikan yang ia tuju bukan aku, pasti aku sudah tertawa terpingkal-pingkal.

“arra, arra. Terserahmu sajalah.” Akhirnya aku pasrah. Lalu, tangan kita terlepas. Aku langsung merasakan kedinginan menjalar tanganku. “arraseo. 1 jam lagi di central park, ya!” ujarnya sambil melambaikan tangan ketika ia sudah mulai menjauh.

~”~

Memang, ini bukan pengalaman pertamaku sendirian di taman bermain. Tapi, sungguh, kalau aku boleh jujur, hari ini rasanya berbeda. Aku merasa benar-benar seperti ditinggal. Eung, sulit untuk menjelaskan maksudku.
Aku mulai menyusuri pinggir taman bermain, dan menemukan stand minuman yang tempo hari aku datangi. Aku menghampiri tempat itu.

Setelah mendapat hot cocoa tanpa krim ataupun gula, aku membayar dengan beberapa lembaran won yang kumiliki yang sedikit basah karena hujan beberapa jam yang lalu. “gamsahamnida, agasshi.” Ujar kasir tempat tersebut sambil tersenyum ramah. Sangat ramah.

Setelah beberapa meter pergi menjauh dari toko itu, aku teringat senyuman penjaga kasir itu. Entah apa itu senyuman standar pegawai disana dengan para pembeli, atau apa. Tapi aku merasa ia tersenyum dengan sangat lapang dada. Tanpa pemaksaan.

Tiba-tiba aku merasakan rasa iri. Aku memang tidak begitu ramah pada orang, buktinya aku tidak memiliki seorang sahabat sama sekali sampai sekarang. Tapi untuk Min Woo oppa beda. Dia kan bukan sahabatku. Lebih dari sahabat.

Sejak aku berpacaran dengan Min Woo oppa, banyak desas-desus tersebar tentangku. Mau itu aku yeoja yang sengaja berpacaran dengan oppa karena kepopuleran, karena ia ganteng, dan lain sebagainya.
Karena, sebenarnya aku bukan termasuk kategori cewek yang ramah, dekat dengan siapapun, dan emosional. Banyak yang beranggapan aku ini terlalu membosankan. Yah, aku bukan cewek yang periang.

Tapi, semenjak oppa hadir dalam hidupku, duniaku mulai berubah sedikit demi sedikit. Masalah demi masalah kita lewati semua. Caci dan maki kita tangkis semua. Entahlah, tapi kurasa, semenjak aku dekat dengan oppa, aku bisa berbicara di depan, membalas sapaan orang lain, dan tidak kikuk di hadapan para sunbaenim.

Aku rasa hidupku takkan berubah jika tidak ada oppa.

JELEGER!(Reader: thor, bunyi apaan nih?!-_-“) suara kembang api menggelegar menggema keseluruh penjuru taman bermain. Aku segera menoleh ke belakang. Kembang api yang indah..

Aku pun kembali berjalan. Berjalan menjauh membelakangi sumber kembang api tadi. Tapi.. kok aku merasa ada yang janggal ya?

Ah, ya! Aku teringat pada janjiku dengan Min Woo oppa! Haduh, aku harus cepat-cepat kesana nih!
Aku berlari mengikuti arus pengunjung lain. Tujuan kami semua sama, pergi ke central park. Akhirnya aku sampai disana. Aku berjinjit di antara kerumunan orang. Aku menggerutu, “Min Woo oppa, eodiseo?”
Aku terus menengokkan kepala ke kanan, kiri, belakang, depan. Tapi hasilnya nihil. Ia tidak menampakkan batang hidungnya sama sekali.

Aku pun pergi menjauh dari kerumunan orang dan central park. Berharap akan bertemu dengan oppa ditengah jalan.

~”~

Aku sampai di taman. Aku menyeka keringatku. Sebenarnya ia menghilang kemana sih? Aku mencarinya dari ujung sampai ujung lagi(reader: bahasa apaan ini thor?). namun hasilnya nihil lagi. Seketika aku punya firasat buruk. jangan-jangan oppa sengaja meninggalkanku di taman bermain?

Aku duduk di bangku taman. Disini sepi sekali. Aku tahu pasti orang-orang berada di Central untuk menonton pertunjukan kembang api dan beberapa parade musim panas. Aku merebahkan tubuhku di atas bangku. Membuat senyaman mungkin di atas bangku kayu yang dingin ini.

Aku mendongakkan kepalaku ke atas. Langit begitu cerah malam ini. Penuh dengan bintang-bintang yang menghiasi langit malam. Tiba-tiba aku tersenyum kecil. Karena aku merasa bahagia? Oh, entahlah. Aku pun tak tahu alasannya.

Tiba-tiba ada tangan yang mengibas-ngibaskan tepat di atas mukaku. Ini bukan tangan biasa, eh, hei! Ini hanya badut. Aku langsung duduk tegak sambil menatap badut itu heran. Mengapa ada badut di taman sepi ini?

Badut itu memberi sinyal dengan tangannya padaku untuk mendekat. Sontak, aku berdiri dan mengikutinya.
Tiba-tiba badut itu meraih tanganku dan kita sama-sama berlari. “yak! Kau mau bawa aku ke mana?” ujarku sambil memukul-mukul pundaknya. Badut itu diam dan tetap melanjutkan perjalanannya ke Central Park.

Kami menembus kerumunan orang-orang. Aku menutupi mukaku dengan telapak tanganku. Aku malu ditunjuk-tunjuk sambil dipelototi oleh beberapa anak kecil karena ditarik dengan maskot harimau. Mungkin mereka iri padaku. Hehehh, entahlah.

Akhirnya kami berada di pinggir air mancur pusat titik central park. Aku sungguh malu. Para pengunjung, aku ralat, semua pengunjung, melihat kearah kami dengan wajah penasaran.

Tiba-tiba badut harimau itu berlutut di depanku sambil membuka topeng badutnya. Mataku langsung membelalak serta berseru kaget, “Min Woo oppa!” ia langsung menatap mataku dengan tatapan serius miliknya. Ia segera mengambil sesuatu dalam kantong baju badutnya. Sebuah kotak berwarna hitam berada dalam genggamannya.

Ia membuka perlahan kotak tersebut, “maukah kau menjadi pacarku dan pendamping hidupku selamanya?” ujarnya dengan satu nafas. Mukanya merah sekali. Aku yakin, ia juga sedang gugup.

Dadaku langsung mencelos saat mendengar permintaannya. Badanku terasa panas semua. Seperti hampir mau meledak.

Semua pengunjung mulai menyorakiku, “Terima! Terima!” aku menatap dalam matanya. Seperti mencari celah dalam baja yang kuat. Dan dengan pertimbangan yang matang, aku menjawab,

“ne. aku menerimamu.”

Lalu ia memasang cincin yang ia persiapkan di jari manisku. Mulai terdengar siulan untuk kita.
JELEGER! JELEGER! Sorak sorai bunyi kembang api mulai menggema kembali. Tepat pada saat itu juga Min Woo oppa menghambur dalam pelukku. Namun aku tahan.

“kau.. kau sudah mengingatku?” ia mengangguk kuat. “jinjja?” tanyaku lagi. “ne, jinjja”

“kapan kau mengingatku?” “mau kemarin atau sekarang itu bukan masalah. Yang penting sekarang aku mengingatmu adalah sebagai yeojachinguku selama 7 tahun dan akan menjadi istriku di masa depan.”

Aku tersenyum bahagia. Sangat. Ia mau mencium keningku, tapi kutahan lagi.

“lantas, bagaimana dengan beasiswa di Jepangmu itu?” ia hanya cekikikan. “YAK! KAU BERBOHONG, HAH?” teriakku. “mianhae. Aku mengarang tersebut hanya untuk menggertakmu saja”

Aku langsung menatap tajam padanya dan ia hanya membalasnya dengan cengiran. Ia langsung meraih kepalaku dan mengecup keningku,

“selamat ulang tahun jadi kita yang ke-8” bisiknya.

Aku hanya dapat tersenyum seadanya. Badanku terasa capek, sangat. Namun jiwaku rasanya ingin melompat-lompat.

Kau,

Satu-satunya orang yang telah

Menyulut api dihatiku

Kau,

Satu-satunya orang yang telah

Membutakanku akan pesonamu

Hanya kau,

Satu-satunya orang yang telah

Membuatku mencintai seseorang,

Apa adanya

Akankah keajaiban seperti ini akan terjadi lagi? Entahlah, hanya tuhan yang mengetahuinya.




THE END.