Author: HanakaiGaze (Hanifah Schiffer Kurosaki)
Cast: the GazettE
Pairing(s): KaixReita, UruhaxAoi
Genre: M-- yaoi pangkat 1
Length: 6.448 words (ff nya doang gk pake fanfic identity),
22 pages
Inspirated by: Rob B Hood Film
Summary: Ya Tuhan.. Aku terlalu sayang sama dia..
Okey okey, pertama saya ucapkan maaf sebesar-besarnya bagi yang merasa
terganggu dengan ff saia yg tiba2 mbrojol (?) ini.. Dan kedua, ff saia ini
terinspirasi dari film nya Jackie Chan yang judulnya Rob B Hood, yang cerita
nya tuh bla bla bla.. *nonton aja sendiri #slap* aku seneng banget sama film
itu! XD Ceritanya mengharukan loooo…tapi banyak juga ide saya yang diselipkan
disini…
#sudah skip saja, karena narasi diatas bukan obrolan penting
Met baca.. Oh iya, karena saya Muslimah, maka mari kita
ganti ‘Douzo~’ menjadi..
Bismillahirrahmanirrahim~
===TTTTTT__TTTTTT===
Di tengah siang bolong yang ujung bolongnya gk tau sampe mana ini, pria
ber-kain perca (?) dengan tubuh kekar dan sispek yang suka disapa Reita ntu
sedang minum jus duren.
“Kenapa sih kamu tenang-tenang gini?! hidup kita kan lagi
dalam krisis ekonomi nih! Pake minum jus duren segala lagi, itu kan mahal!
Mending kalo kopi, kan murah..”
“aaah udah lah kenapa sih? Nikmatilah hidup ini…” jawab
Reita sambil menyeruput jus nya.
“Heh uang hasil kemarin udah abis dibeliin game PS3 tau
gkk?? Kita harus nyari duit lagi o’on!”
“Nanti aja..” jawab Reita santai tanpa dosa.
“Kamu tuh jangan tenang-tenang gitu! Kita juga sedang
diteror polisi, kan?” lanjut Kai, pria yang sedang mengobrol dengan Reita itu.
“Iya iya.. Gw juga tau prett.. trus kenapa?”
TANG!
“Buset! Gelo! Kamu ngapain bego?!” panik Reita habis
ditimpuk pake centong semur sama Kai.
“Elo tuh yang bego! Sini! Aku minta jus nya!” tanpa komando
Kai pake jurus kilat nyosor ke jus nya Reita
“ -_________________- dasar bos bloon..”
.
===III___III===
.
“Halo?”
“Iyap. Halo..Pencuri bermoral disini. Ada yang bisa
dibantu?” sapa Kai dari telepon yang baru saja ia angkat. Reita yang sedang
duduk melamun sambil menonton tipi pun menghampiri Kai, mengingat bahwa ia
telah mendengar Kai yang tengah berbicara dengan seorang pelanggan.
“Pake loudspeaker dong, dasar pelit!” timpal Reita
sambil berdehem ria. Tanpa bertanya alasan, Kai pun menekan tombol loudspeaker dan
mulai berbicara kembali.
“Iya? Pencuri bermoral disini. Kami melayani para pelanggan
yang ingin balas dendam dengan jalur mencuri. Ada yang bisa dibantu?” tanya Kai
sekali lagi ke arah telepon itu.
“Ma-maaf mengganggu. Jadi ini benar nomor telepon para
pencuri bermoral? Ba-baiklah.. Aku, aku Matsumoto Takanori.. “
“Oke.. oke.. pertama kali-kah berkonsul dengan kami?”
… “Iya.” Jawab Matsumoto singkat dari balik telepon.
“Baiklah.. Apa yang bisa kami curi?”
“Be-begini... Aku sedang dendam terhadap seseorang. Aku
ingin mencuri uangnya, sekitar 50 juta yen.. dan aku juga ingin menculik
bayinya.. bisakah kalian membantuku?”
“Ten-tentu! Kami kan pencuri bermoral dan profesional!”
sambet Reita yang ikut mendengar ucapan Matsumoto itu.
“ha-ha?! Jadi kalian benar-benar ingin membantuku? A-arigato
gozaimasu… Aku benar-benar berhutang budi pada kalian!” ucap Matsumoto
begitu bersyukur dari sebrang sana.
“Bukan begitu! Kami kan hanya meladeni pelanggan dan para
penyewa.. Sudah menjadi kewajiban kami loh” jawab Kai.
“O..oke! Aku bisa bayar berapa untuk kalian?”
“Hmm…” pikir Reita dalam-dalam. “Bagaimana kalau.. 10 juta
yen?” bisik Reita pada Kai yang jadi shock sekaligus senang akan duit yang
bakalan mereka dapatkan itu.
“BAGUS! Kau jenius, Reita! Mendengar dari cara berbicaranya,
Matsumoto-san ini sepertinya orang yang kaya sekali.. Kita bisa minta uang yang
banyak darinya…” bisik Kai gak kalah evil.
.
.
“Hooooii! Kalian mau dibayar berapa jadinyaaa?” tanya
Matsumoto dari sana.
“I-iya Matsumoto-san! Kami.. kami.. Minta 10 juta yen!”
jawab Reita spontan
“Hah??!!! Hanya segitu?!” teriak Matsumoto.
“Memang kenapa?” tanya Kai bingung.
“Begini.. aku kan juga ingin kalian mengambil bayi nya.. aku
bayar 25 juta yen. Mau tidak? Tapi 25 juta yen itu imbalan dari pengembalian
uang + bayi nya..” Matsumoto menjelaskan secaradetail
“HAH??!! Jadi kami juga harus menculik bayinya?!” tanya Kai
dan Reita bersamaan.
“Why? Why are you two so surprised? Aku minta uangnya 50
juta yen dan bayi nya! Bisa kan?”
“TIDAK! Hei, ingat ya Matsumoto-san.. bukannya kami
bermaksud menolak… Tapi kami bukan penculik.. kami hanya penjudi profesional
dan PENCURI! Bisa anda camkan itu? Jadi, kami hanya bisa ambil uangnya. Tidak
dengan bayi nya.” Tolak Kai mentah-mentah.
“Ke-kenapa? Imbalannya 25 juta yen loo… Atau, aku naikkan
imbalannya. 30 juta yen.”tawarnya.
“Nggak. Anda menyuruh kami ambil uangnya saja atau tidak
usah menyewa kami sama sekali. Terima
kasih.” Lagi-lagi tawaran menggiurkan itu ditolaknya.
“Kai!” timpuk Reita dari belakang pake remot tipi. “Apa sih
lu ah! Bikin senewen aja!” . Reita memasang wajah serius, “Kau nggak denger
tadi? Dia menaikkan tawarannya.. 30 juta yen! Kita bisa kaya!” pinta Reita pada
Kai.
“Nggak! Pokoknya nggak mau kalau disuruh nyulik!”
“EEEE WHYYY???!!! Aku naikkan jadi 45 juta yen! Setuju?”
“Eh, kalo 45 juta yen sih…” Kai sembari bloon mikir nya.
“Wadeh kampret lu guwe kirain perilaku lu udah bijak tadi
nolak-nolak. Eehh,, malah -___-“ Reitaspeechless.
“Heee.. setuju kan?”
“Baik.. baik deh..” jawab Reita dan Kai.
“Oke deh.. bet pada 45 juta yen. Orang yang kuincar namanya
Takashima Kyouyou, biasa dipanggil Uruha. Ia seorang ibu—ralat, uke yang punya
1 anak. Suaminya namanya Shiroyama Yuu, Aoi. Mereka tinggal di radius 12 km
arah jam 6 dari pusat outlet Tokyo.” Kata Ruki panjang lebar. Kai sambil
mendengarkan, dengan tangan cekatannya ia menulis catatan informasi penting
yang diberikan oleh Matsumoto tadi. Reita megangin henpon #gk ada kerjaan#
“Suami Uruha merupakan pengusaha perkebunan dan pengusaha
jasa rumah sakit yang sangat kaya. Ambil 50—eh, 70 juta yen aja deh.. Ambil 70
juta yen dari rumahnya, culik bayinya yang masih 6 bulan itu. Ingat, hati-hati
dengan para satpam dan anjing penjaga disana. Kau harus waspada.”
“Oke.. oke.. sedang aku catat” ucap Kai tanpa menengok dari
selembar kertas keterangan itu.
“Titik lemah di rumahnya adalah gudang belakang. Gudang
belakang berada di titik selatan rumahnya. Jika kau sudah beres, bawa uang dan
bayi itu ke pusat pabrik kayu di Tokyo. Kau akan bertemu denganku disana.
Bisa?”
“OKE! Sudah aku tulis semuanya.. InsyaAllah (lah?) akan kami
laksanakan secepatnya. Oh iya, saya lupa, ini dengan siapa?” tanya Reita dan
Kai. ”Matsumoto Takanori.” Lau Reita mengingat-ngingat nama itu.
‘Matsumoto Takanori’ ….… “Baik.. Matsumoto-san.. Kami akan
informasikan jika kami sudah mendapatkan uang dan bayi nya. Secepatnya, paling
cepat besok pagi.” Kata Reita menjelaskan.
“Eh.. eh.. panggil Ruki saja, aku agak enek kalau dipanggil
Matsumoto-san..”
“Oh iya, gomen.. Ruki” lanjut Reita sambil memperhatikan Kai
yang sedang mengutak-atik GPS.
“Sip.. aku tunggu kesuksesan kalian. Terima kasih..”
TUUT TUUT TUUT TUUT
Telepon tertutup. Reita dengan segera menyimpan nomor
telepon Ruki. “Buset… Gede be’eng rumah mereka..” Ujar Kai yang membuat Reita
penasaran. “Mana, mana? Liat dong rumah mereka segede apa?” Reita ngerebut
GPS-nya.
‘Zoom picture into 40xView details of the place.
.
.
A: 500 m2’
“WTF!!!!! SING GELO! Gede banget rumahnya 500
m2 mabro!!” reita gelagapan. “Udah gw bilang tadi rumahnya gede..”
Kai is pouting
“Yawdah, mau kapan? Besok aja kali ya?” tanya Reita.
“Iya. Besok ajha” kata Kai polos sembari beranjak ke lemari,
niat ngambil perlengkapan pencuri profesional. Reita mengangguk.
===Fanfic’s Corner===
Reita dan Kai merupakan seorang pencuri handal. Mereka
mencari nafkah dari pelanggan-pelanggan yang menutus mereka untuk mencuri
sesuatu. Mereka melayani apapun permintaan pelanggan, asalkan upahnya setara
dengan usaha mereka. Tapi, mereka tidak akan meneriam siapapun yang
mengutus mereka untuk menculik, membunuh, atau memerkosa korban. Mereka sendiri
yang menyebut bahwa mereka adalah ‘Pencuri Bermoral’.
.
.
Esoknya.
“Sudah buka saja nosben mu kenapa sih?! Tokh kita pake
masker ini!” risih Kai ngeliat Reita misuh misuh ngiket maskernya yang harus
numpuk sama iketan nosben, dan napas Reita “hhoohh hooohh hoooh hueeehh..” yang
100% bakalan ketauan sama satpam nanti.
“Aku gak Pe-De kalau gak pake nosben..” rengek Reita.
“Ah kamu ini! Ya udah, tapi kalau gitu kamu harus tahan
nafas setiap nafasmu berubah seperti tadi!” Kai nyerah. Dengan gaya siap Reita
mengangguk mantap atas perintah rekannya itu.
Mereka segera menuju mobil dan menginjak gas
sekencang-sekencangnya. Mengingat ini jam 02.00 pagi, mereka tidak peduli akan
kecepatan mobil mereka karena sudah tau tidak ada polisi pada dini hari. Kai
dan Reita benar-benar sudah siap akan misi yang bakalan mereka lakuin. Gak
lupa, mereka bawa tas hitam segede bagong untuk masukin bayi nya Uruha.
----meanwhile----
“Ayank.. Kita mau kemana pagi ini?” Uru nggelayutan di
tangan Aoi yang sedang nonton tipi. “Hari ini kita di rumah aja ya beb...
Lagian, kamu bukannya tidur malah nyamperin aku sambil nanya tour kemana
kita hari ini. Gimana sih? Tidur dong, nanti ngantuk lagi.” Aoi mengusap-usap
ubun-ubun Uruha.
“yaaahhh kemarin kan ayang janji mau ngajak aku jalan2 di
Las Vegas.. huhuhu..” rengek Uruha #maklum orang kaya tiap hari ke luar negri#
“Di Las Vegas gak ada tempat holiday yang nyaman o’on..”
“Masa?”
“Iya, tiap kita mau bayar, biasanya kita diajak judi dulu
nanti kalau kalah kita harus bayar 5 kali lipat.. Mau kita bangkrut, hah?”
tanya Aoi acuh tak acuh
“Ya udah atuh di Paris lagi aja mau gaaakk??” tawar Uruha
“Ah! Kita udah 13 kali ke Paris dalam sebulan ini,, belum
bosen juga?” Aoi njitak pala Uruha
“Ittai..!!!”
“Jadi hari ini di rumah ya… sama anak kita.. sama anak dari
perut seksi mu ini.. Kau selalu meninggalkannya ketika kita ke luar negri..
Kasian, kan?” Aoi mengecup kening Uruha.
“AAAA Ngaaakk mauuuu!! Ya udah kalau gitu mau di Chicago
ajaaaa! Kita juga udah seringgg tinggal sama anak kitaa! Gak usah panik..Tokh
udah ada perawat..” tolak Uruha mentah-mentah. Melihat itu, Aoi speechless sekaligus
iba terhadap istrinya yang mewek gak karuan ntu.
“Hmm…” pikir Aoi.
“…?”
“Baiklah, hari ini kita ke Chicago. Bersiap-siaplah, ganti
bajumu.” Aoi mematikan tipi sambil menatap Uruha yang mengembangkan senyumnya
sebesar-besarnya. Ia begitu bangga dan senang Aoi menerima tawarannya.
.
.
.
.
“Pak, jaga rumah ini segitu-gitunya (?)! Aku sama Uruha
menitipkan bayi kita di rumah ini. Jaga ya, jangan sampai barang-barang ataupun
bayi kita hilang! Jaa~ kita ke Chicago dulu..” perintah Aoi pada kepala satpam
rumahnya. Kepala satpam itu pun hormat sambil melambaikan tangan dan melihat
mobil mereka yang semakin menghilang dari pandangannya.
“ckckck.. majikan terlalu kaya.. pergi keluar negri setiap
hari.. boros banget sih, mending uangnya buat gaji saya.. lama2 tak sumpahin
juga ntu dua majikan biar bayinya tiba-tiba diculik, habis.. mereka udah boros,
ninggalin anaknya pula..” si kepala satpam berbicara kepada temannya (yang juga
satpam itu) sambil geleng-geleng kepala
---back---
“Lu yakin ini bagian selatan? Pagernya tinggi banget bok!”
cengok Reita.
“Justru karena pagarnya tinggi pasti disini mengandung (?)
satpam yang paling sedikit atau tidak ada satpam sama sekali..”
“ya tapi—uhmmppp!” nyolot Reita langsung dibekep sama Kai.
“Lama-lama guwe sumpel juga mulut lo pake sedotan WC! Bawel banget sih lo!!”
Kai ngamuk.
“I—iya deh sori” kekeh Reita kepaksa sambil masangin kail
pelindung.
“Oke. Kita harus serius sekarang, Rei. Kita, sekarang bukan
hanya mencuri uang seperti hal nya yang sering kita lakukan.. Tapi kita juga
harus mengambil bayi milik Taku—taku..”
“Takeshima Kyouyou”
“Ya itu Takeshima itu. Kita diberi segenap harapan untuk
mencuri dan menculik dari pelanggan kita. Kita harus serius” lanjut Kai.
“Baiklah.” Jawab Reita singkat lalu tiba-tiba,
BRUK
Reita memeluk Kai singkat.
“HAH?!!! Shit lu! Pake meluk meluk guwe?!”
“Ini kan.. kan.. pelukan do’a mamen.., semoga kita
berhasil.” Kata Reita sambil senyum2 gaje. Kai mengangguk dengan sedikit rasa
geli huahahahaha #plok.
Dengan segera, Reita menaikki kail yang sudah mengganjal di titik paling atas
pagar itu dengan cekatan dan lincah. Kai mengikuti langkah Reita dari belakang,
sambil melihat sekeliling takut ada yang nengok atau ngintipin mereka pake
teropong bintang.
.
.
.
≤≤≤≤≤=====≥≥≥≥≥
.
Dengan cepat tanpa suara mereka telah berhasil mengelabui
para satpam dan berhasil memasuki rumah nya Uru dan Awo.
“Cup cup cup… Iiih kamu lucu banget sihh.. Aku gemeshhh…
Jangan nangis yaahh.. Ada ayah (bo’ongan) kamu disini…” Kai nimang bayinya
Uruha.
“OWEEEKKKK!!!” bayi itu menangis tanpa henti.
“Aah! Ntu bayi! Kesel deh! Nangis mulu.. Kita bisa ketauan
nanti!!!” protes Reita yang sedang mengutak-atik brangkas milik Uruha dan Aoi.
“Kalo dia nangis terus kapan bisa kebuka ini brangkas?! Aku gak bisa denger
letak kuncinya taokk! Diemin dong!” lanjut Reita secepat kilat.
“Iya sabar sabar.. aku lagi nyuntikkin obat tidur neh, elo
yang harusnya diem.. Jadinya nangis mulu gak tidur tidur.. Bego! Dasar!” gerem
Kai yang lagi ngegendong bayi nya Uruha.
Beberapa menit kemudian
“Haah syukurlah.. bayinya tertidur pulas.. Hihih.. Sebentar
lagi kita kaya mabro!” cerocos Kai pas itu…
JKREK!
“Brooo! Akhirnya kebuka juga nie brangkas! WANDENNN!!!
GELOOOO!!!” Reita setengah teriak setengah bisik-bisik.
“Kenapa, kenapa kenapa kenapa?” Tanya Kai yang penasaran.
“Gelo! Ini 70 juta yen ini teh?!!!! Panik panik panik
sumpahnya! Banyak banget gelooo!!!” kata Reita sambil mengap-mengap ngeliat
duit yang menggunung di dalem brangkas.
“Waahh.. aku tidak menyangka akan sebanyak ini. Baiklah,
langsung kita kemas saja, bayi nya juga sudah tidur.. kita masukkan ke tas..”
Dengan cepat, Kai langsung memasukkan bayi nya ke tas hitam kesayangannya, dan
memasukkan uang-uang itu ke tas yang lainnya, dalam bentuk koper.
“Bro.. kita bisa kaya bro.. lumayan lah, 45 juta yen dari 70
juta yen—eh, entah, uang yang kita curi ini ada berapa.. yang penting, duitnya
mabro.. dan semua karena bayi ini.” Cerocos Reita sambil memasukkan uang uang
itu ke dalam tas dengan tampang ‘menggila’. Kai tanpa ikutan misuh misuh bareng
Reita, cuman berusaha membuka pintu luar tanpa adanya suara alarm. Tanpa boros
boros waktu, Reita dan Kai kembali mencapai kata ‘berhasil’ dalam pencurian +
penculikan kali ini. “Ruki.. Kami datang..” sahut Reita. “Ruki?” tanya Kai.
“Itu loh, Matsumoto-san.. katanya, dia dipanggil Ruki saja..
agak enek katanya kalo dipanggil Matsumoto..” jelas Reita yang disusul dengan
anggukan Kai cepat.
Mereka berhasil membawa uang dan bayi milik Uruha ke mobil. Mereka langsung
menginjak gas dan berlagak tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Dan, mereka
berhasil untuk tidak meninggalkan jejak setitik pun di rumah pasangan
suami-istri kaya itu.
“Woy, Kai.. ada apa tuh?” Reita menengok ke arah serong
kanan, terlihat disana ada banyak polisi yang sedang berdiskusi. Kai dan Reita
langsung mencoba untuk tidak panik dan tidak takut, karena mereka yakin bahwa
setiap orang yang terlihat canggung akan mendapatkan satu kecurigaan dari para
polisi. Tanpa ragu-ragu mereka melewati kawasan itu.
Priiiiiiiittttt
“Maaf, ada apa ya?” tanya Reita dengan begitu polos.
“Bisa periksa STNK nya pak? Kami disini sedang mengkesekusi
korban kebakaran, dan sekaligus me-razia orang-orang yang mencurigakan.
Berhubung ini masih jam 03.00 pagi dan anda berdua lewat, kami menaruh
kecurigaan pada anda. Bisa lihat STNK nya?” tanya polisi bawel. Dengan sigap,
Reita (yang menjadi pengemudi) ini langsung mengambil STNK beserta SIM nya dari
kantong celana belakang, memberikannya pada pihak berwajib yang sedang
mengobrol dengan mereka.
“Oke.. oke.. oke..” mata tajam polisi itu menganalisis semua
yang terukir dan tertera di SIM dan STNK nya. Tanpa perlu menunggu waktu lama,
si polisi memberikan SIM dan STNK milik Reita kembali.
“Dan, apa itu? Koper?” polisi itu menatap 2 buah koper besar
di kursi belakang. Berhubung kedua pencuri ini adalah pencuri profesional,
mereka memiliki 4004 alasan dan 7002 jawaban untuk semua atas pertanyaan2
mencurigakan.. Kai dan Reita tetap memasang wajah tenang tanpa cemas.
“Aku baru menjemput temanku, Kai. Ia baru pulang dari
Bangkok. Dan pesawatnya baru sampai jam 1 pagi tadi. Ini barang-barang
miliknya.” Singkat Reita yang disusul dengan anggukan mantap Kai.
“Kami periksa, ya?” STRIKE! Polisi membuat kedua sejoli (?)
ini menanggung panik dan keringat di seluruh tubuh. Reita menatap Kai dengan
tatapan cemas, namun Kai tetap berusaha tenang dan menatap Reita seakan-akan ia
bilang ‘tenang, kita masih punya 4003 alasan lagi’ sambil menengok belakang
dimana tas-tas itu disimpannya.
“Tentu boleh, pak!” sahut Reita tanpa basa-basi. Kemudian,
polisi itu malangkah ke arah temannya, dan mengobrol sebentar. Beberapa detik,
polisi itu kembali membawa sebuah.. sebuah..
.
.
.
Mesin pendeteksi besi
YESSSSSS!!! Melihat alat itu, Reita dan Kai langsung mengambil nafas panjang
lega. Bayi dan uang, tak mengandung besi, bukan? Dan dengan wajah segar bugar,
Reita dan Kai melihat proses pemeriksaan yang dilakukan si polisi.
“Oke.” kata polisi itu sambil senyum-senyum sendiri ke arah
Reita dan Kai seusai memeriksa kedua tas tersebut. “Anda boleh lanjut. Maaf
anda terganggu atas perilaku kami.” Kamudian Reita dan Kai membalas senyumannya
lalu pergi.
=====0o0o0o0=====
“Kau lihat itu Kai?!! Bahkan polisi tidak tau bagaimana
memeriksa tas dengan benar! HUAHAHAHAHAHA!!!” tawa Reita membahana. “Yaaa..
Udah gampang dikasih resleting, pakai alat itu segalaa!!! Hahaha Polisi juga
ternyata sudah gila, YAA!!” Kai terbahak-bahak, dan kini bayi milik Uruha serta
uang itu di tangan mereka. Mereka, tinggal menyerahkannya pada Ruki.
Kringgggg
“Ha?” Kai menatap layar hp miliknya. “Haha, ternyata
Ruki-san sudah menunggu.” Ya, yang menelepon adalah Ruki, pelanggan
‘menggiurkan’ mereka, calon pembeli laba terbanyak seumur pekerjaan mereka.
“Moshi-moshi??” ucap Kai gambira
“Kalian sudah dapat bayi dan uangnya?” tanya Ruki dari
sana langsung to the point
“Hahaha.. Tentu sudah, don’t worry.. mau ketemuan jam berapa
kita?” jawab Kai sambil mengelus kepala bayi nya yang masih tertidur pulas akan
obat tidurnya.
“Be-begini.. bukan maksudku mengecewakan kalian. A-aku ini
adalah seorang Importir, jadi.. jadi kemarin aku diberi tugas untuk meng-Impor
kayu-kayu dari Indonesia ke Jepang. Jadi.. jadi..” omongan Ruki terpotong
olehnya sendiri. Berasa berat mau ngomongnya
“Apa? Jangan bilang kau tidak bisa ambil hari ini!” protes
Reita
“I-iya, aku kembali ke Jepang sekitar 3 bulan lagi. Karena
aku harus meng-organisir kayu-kayu di Indonesia dulu dan itu membutuhkan waktu
yang lama.” Jelas Ruki.
“Oh GODDD!!! Gimana sih??!” Reita mencengkram rambutnya.
“Iya, jadi.. Mau tak mau kalian harus merawat bayi nya dan
menjaga uangnya paling lama 3.5 bulan sebelum aku kembali ke Jepang.”
“TIDAK TIDAK!!! PENCURI BUKAN BABYSITTER!!” lagaknya Reita
gak karuan
“Tunggu! Aku akan memberikan kalian jadi 55 juta yen.
Setuju?”
“Kai.. 55 juta yen, Kai..” Reita yang tadinya keilangan
kendali jadi blo’on.
”Ya. Kami terima.” Jawab Kai menerima tawarannya tanpa basa
basi. Dan di saat yang bersamaan.. Bayi nya bangun dan mulai menangis.
“HUWEEEEEEE!!!!”
“YAAAA YAAAA YAAAA!! Jangan nangissssss…!!! Ini masih
pagiiiii!! Nanti tetangga banguuunnnn!!!” Reita sibuk mendiamkan bayi itu. “Ya
ya ya. Oke 3.5 bulan lagi. Oke oke pokoknya anda harus menginformasikan kami
saat anda ingin mengambil bayi nya maaf kami sedang sibuk terima kasih..” kata
Kai secepat 100 km/jam dan langsung menutup teleponnya. Ia menghampiri Reita
yang sedang kewalahan dengan bayi nya Uruha.
“Myuu myuuu myuuuu… Jangann nangis…” Kata Kai sambil
mencubit pipi bayi itu pelan. Bayi itu sangat merah akan tangisannya yang
membutuhkan tenaga, Reita semakin pusing dibuatnya. “Jangan nagis begooo!!!!”
sahut Reita kembali mencapai titik di luar kendali. Kai menghentikan Reita yang
udah mulai lempar-lempar vas bunga. “Shhhtttt! Diam!” cegah Kai sambil memukul
bahunya Reita.
“Sini, sini.. ada ayah (bo’ongan) ko disini…” Kata Kai
sambil mengelus-elus pipi bayi itu. “Haaa…” tiba-tiba ada ide yang muncul dari
otak mini nya di Kai #ditabok#.
“Ini nih yaaa… liat deh liat dehhh... –Reita, reita.. Sini
sini!” ia mengajak Reita ke sisinya.
“BAAAAA!!!!!” tiba-tiba nosben Reita dicopot ama Kai. “WOY!
Sialan luuuu!!! Malu guwe nihh!!!” kata Reita langsung blushing sambil
menutup hidungnya yang tidak tertutup kain kesayangannya. Melihat itu, si bayi
jadi berhenti nangis dan mulai tertawa. “Nah, liat? Dia diam kannn?? Huwaaaa
Reiii.. Kau membuat ia tertawaaa!! Aku senangggg!!!” Kai numpruk nindih Reita
yang langsung ngegusrak ke lantai. Dengan posisi, Reita masih menutupi
hidungnya dengan wajah yang merah kaek tomat.
Ntu anaknya Uruha makin ketawa, dan dia kawaii bangeeetttt
kayak ibunyaaaa XDD
“Umyu myu myu myuuuuu XDD “ Kata Kai gelagapan sendiri. Dan
bayi itu, ketawaaaaa mulu. “Kita kasih nama, yuk!” kata Kai. “Antusias banget
sih lo ampe mau ngasih nama segala, tokh bukan anak elu juga!” jawab Reita yang
lagi ngiket nosbennya. Kai hanya tersenyum ringan. Ia menggendong bayi itu ke
kamarnya, dan menidurkannya. “Reita, kita tidur bareng yuk!” sahutnya kemudian.
“HIIIII!!!!” teriak Reita gak terima. Tapi Kai memaksa sampai akhirnya Reita
pun mau karena ancaman Kai atas pembagian duit 80% utk Kai dan 20% utk Reita.
Namun, Reita pun juga mulai merasa nyaman. Ia tidur bertiga dengan Kai dan bayi
itu. Berasa enak, batin Reita. Mereka terlelap bersama, meskipun itu jam 5
pagi, sudah waktunya untuk bangun.
=======jam 11 siang=======
“Rei, Rei.. Bangun.” Toel-toel Kai ke Reita. Sadar dari alam
sadarnya, Reita tengah menatap rekannya itu sedang menggendong bayi Uruha
manja. Reita tersenyum, menatap bayi itu dan mengelus kepalanya (Kepala bayi
bukan kepala kai =A=). “Rei, temani aku ke supermarket.” Tawar Kai. “Kau mandi
dulu nanti kita ke supermarket bersama.” Lanjut Kai yang membuat Reita shock berat.
SUPERMARKET???! Reita yakin 100% akan ajakan Kai untuk membeli perlengkapan
bayi. Meskipun ia dan Kai belum terlalu akrab dengan bayi itu, tapi secara
tidak langsung mereka berdua diberi tanggung jawab yang besar dari 3 orang :
Ruki, Aoi, Uruha untuk merawat bayi itu. “Ahhh ogah ogah! Kau saja sendiri! Aku
emoh belanja, o’on! Kecuali kalau kita belanja di reunite games (ceritanya
nama toko game yg terkenal akan koleksi game-nya)!” tolak Reita se-nggak mau
nya. Mendengar itu, Kai jadi sedih, dan malah bertingkah manja sertachildlish pada
Reita. Bayi itu, tertawa lagi dan lagi.
“Ya udah deh.. ya udah ya udah… Asalkan, jangan membuat
repot aku.” Jawab Reita sambil menyiapkan dompet miliknya. “Ta, tapi
duitnya???!!!” tanya Reita gak mau keilangan duit.
“Tenang, kita ada tabungan 55 juta yen..” jawab kai malas.
-----
“Apa lagi?”
“Popok, bego!!! Gw udah bilang 4 kali tadiii…” cerocos Kai.
“Lu kok jadi kayak tetangga sebelah sih??!! Yang itu, yang
kalau denger suara mobil aja ngomelnya pake speaker!!” bales Reita.
“Uda uda! Kita ini rekan jangan berantem mulu ah! Belanja
lagi, cepet!” Kai nyelonong ke rak popok bayi. Dan bayi itu, ketawa lagi.
Setelah terkumpul semua, mulai dari : popok, susu, empeng, botol susu, baju,
sweater bayi, bubur sehat, sepatu bayi, dan mainan bayi reita dan Kai menuju
kasir.
“waaa,, bayi nya imut sekali… ayahnya yang mana ya?” tanya mbak kasir. Spontan
Reita nunjuk Kai, yang tadinya Kai muka stres jadi muka ramah. “Ooo.. jadi,
ibunya mana? Ko Cuma ayahnya yang belanja..?” mendengar itu, mereka panik.
Mereka saling bertatapan. Reita, kembali spontan dengan kata-kata sompral miliknya.
“A-aku ibunya, kami,, kami.. Maaf kami ‘itu’ mbak” jawab Reita jadi lagak banci
dan SPONTAN mencium bibir Kai.
“WOY GILA LU!!!” Kai nimpuk Reita pake gagang troli (?). Cium lagi, cium lagi,
cium lagi, batin Reita. Kasir itu hanya bingung sejenak dan kemudian tersenyum
ramah. “Oh iya tidak apa-apa aku mengerti situasi kalian. Cinta memang tidak
bisa dibatasi oleh apapun ya, dari waktu bahkan jenis kelamin.” Sahut kasir itu
tanpa ragu-ragu. *kai muka rata* *reita muka lega**bayinya, ketawa lagi* tapi
Reita dan Kai serentak mengangguk. “Ahh.. bayinya pasti belum sampai 1 tahun
ya? Keliatan sekali kecilnya.. Kalian sudah tau kan cara merawat bayi?”
tanyanya lagi.
“Sudah.”“Belum.”
“heh! Belum o’on!” Kai nimpuk ubun-ubun Reita. “Ha? Belum? O
iya belum.” Jawab Reita.
“wah, sayang sekali kalau begitu.. Kalian punya anak tapi
tidak bisa dirawat dengan baik sama saja boong.. Itu, di sebrang toko ada jasa
panduan untuk ibu hamil dan perawatan bayi, kukira kalian pasti bisa mencoba
belajar merawat anak kalian yang masih bayi ini ^_- “ kata si mbak kasir sambil
men-scan barang2 yang mereka beli.
“O—oh iya terima kasih infonya..” jawab Reita sambil
mengambil hasil pembelian mereka. Kai membayarnya. “Iya, sama-sama. Terima
kasih juga sudah berbelanja disini…” jawab kasir lantang. “Jadi, apa kita perlu
kesana?” tanya Reita sambil menatap ruko yang serba pink itu. “Aku tidak
yakin.” Jawab Kai. “Aku yakin disana banyak ibu-ibu. Aku pasti tidak akan
nyaman” lanjutnya.
“Bagaimana kalau kita coba saja?” tanya Reita lagi dan tanpa
basa-basi ia menarik tangan Kai ke arah ruko itu. “Wow, Rei, kau jadi agresif
kayak gini ya..” goda Kai yang membuat Reita tersentak dan memukul kepala Kai
pake kardus peralatan makan bayi. “Ittai~” rengek Kai dengan suara Kawaii-nya.
“Huwaaaa harusnya kau jadi ibunyaa.. Karena kau kawaii..!” jawab Reita yang
kemudian mencubit hidungnya Kai. “STOP IT!! KITA CUMA REKAN! R-E-K-A-N!” tolak
Kai. Reita tertawa terbahak-bahak.
.
.
.
Skip saja bagian latihan merawat bayi nya.
.
.
.
======AAAA======
“Kau tidak tau betapa capeknya Rei, untuk menggendong bayi saja sudah repot..
Kau benar-benar tidak tau perjuanganku di dalam ruang perawatan bayi sana Rei..
Capek Rei.. Dan aku laki2 sendiri Rei..” sahut Kai sambil menaruh kepalnya yang
pusing di bahu Reita. “Kai, tenang, hanya 3 bulan kau seperti ini. Tenang Kai,
semua pasti ada hikmahnya.” Reita elus-elus punggung Kai. Bayi nya hanya
ngeliatin.
“Lagipula, kau masih mending. Tadi aku ditawarin seorang
perempuan karena aku bengong sendiri di luar. Aku ditawarin untuk diajari
cara-cara memandikan bayi, Kai. Dan itu begitu sulit karena aku harus mengatur
posisi bayi setiap ingin kali menyiram bayi nya dengan air.” Jawab Reita gak
kalah ngosh-ngoshannya.
“Kalau begitu kau yang mandikan dia jika dia lengket atau
kotor.” Nafas Kai terdengar kayak nafas kebo di bahunya Reita.
Uwaaaah berubah sekali sifat Kai dan Reita yang terbilang
brutal sekarang ini. Ia menjadi seperti penyayang..
=====A=====
“EMAAAAAKKKKKKKKK!!!! Aku gak bisa buat buburrrrr!!!!”
protes Reita dari dapur. Kai yang sedang nonton tipi bareng anak (bo’ongan)nya
itu menengok ke belakang, dilihatnya Reita sedang membereskan mangkuk bubur
yang jatoh dan bubur yang tumpah. “aaah! Kamu! Sini sini! Aku aja! Kamu urusin
dia.. Eh, gimana kalau kita panggil dia ‘Zuki’ ? Itu nama yang bagus loo..”
usul Kai. Reita menengok, “Tapi, tapi bukannya dia laki-laki? Zuki itu, kan
nama cewek!”
“Gampang, ubah aja nama panjangnya jadi ‘Hozuki’ atau ‘Kazuki’ atau ‘Zukiro
Yasashima’.. Gak usah pake repot..” jawab Kai dan memindahkan bayi itu ke
tangan Reita. “Hey hey.. nggendongnya pake tangan kanan nanti kalau pake tangan
kiri dia bisa nangis, nggendongnya harus pas di garis diafragma, dia bisa
merasa gk nyaman..” cerocos Kai.
“Ilmu merawat bayi mu memang sudah tertancap di otakmu ya..” jawab Reita. Kai
tertawa renyah melihat Reita dan bayi itu tersenyum dan tertawa. “Yaudah,
gimana.. Zuki bagus kan?” tanya Kai sekali lagi. Reita mengangguk, ia beranjak
ke tipi sambil manggil, “Zuki.. zuki.. myu myu myuuu” dan Kai kembali dengan
profesi andalannya, masak (meskipun Cuma masak bubur)
.
.
.
.
.
3 bulan kemudian
“Huwaaaaaa dia be’ol bau bangeeeeetttt!!!! KAAAAAIIIIIII!!!!!” protes Reita
pagi-pagi. “Apaan?” panggil Kai dari kamar mandi. “Zuki be’ol di celana TT^TT”
ulang Reita. “Sini sini! Bawa ke kamar mandi! Lu ngerepotin aja ah! Aku lagi
mandi juga…” pinta Kai. “Nih..” Reita nyodorin Zuki yang baunya udah
Naujubileh.. Kai juga sampe gk terima sama ntu bau.. “Lepas dulu ah kolor—,
popoknya!” tolak Kai gak mau bersiin. “IHHH!!! JAHAAATTT!!! Bawa masuk dulu ah
aku gk mau buka diluaarrr!! Atau sama kamu ajaaa!!!” bales Reita.
“Yaudah yaudah sini masuk! Lu ngangguin gw mandiii!!!” kata Kai. Reita pun
masuk dan disana mereka mengganti popok si Zuki bersama, kali ini kerjasama
mereka klop banget dah. Setelah selesai dengan masalah ‘si kuning’ itu, Reita
keluar dari kamar mandi dan menidurkan si Zuki.
Tok tok tok
“Apa lagi sih ah?!” protes Kai lagi.
“Kai, sori udah ngganggu.” Ucap Reita.
“Iya gpp.. “ jawab Kai sambil mau nutup pintu kamar mandi
lagi.
“Eh tunggu!!! Jangan di tutup dulu! Gw mau berterima kasih
dulu!” kata Reita
“Apa lagi???? Udah kalau mau ngomong cepet atau masuk ke
dalem! Gw dingin neh malahan air anget nya lagi rusak pula!” dari omelan si Kai
akhirnya si Reita masuk lagi. Bukan dengan wajah risih, namun dengan wajah
lain.
Ckrek
“Kenapa dikunci???!!! Tokh di rumah kan laki-laki semuaa!”
“Aku mau ngomong sama kamu. Kejadian di supermarket waktu
itu.., yang waktu aku menciummu. Aku sungguh minta maaf karena aku berlagak
tidak sopan.” tap.. tap.. kaki Reita melangkah maju mendekati Kai.
“Iya gw juga tau terus kenapa?”
“Dan ternyata, saat di supermarket itu, saat aku menciummu..
bibir mu itu, ahn. Ehm……..enak.” Reita mengadahkan kepala Kai dengan tangannya.
“eeh? Kenapa kau jadi seperti ini, Reita?!” Kai kembali mundur, mundur.
“Bibirmu manis, kenyal, dan.. basah.” tiba-tiba Reita mencuim bibir Kai hangat.
Kai tak bisa menolak, ia membalas ciuman ke entah kalinya dari Reita itu dan
mundur ke tembok.
“Ngggghh.. Rei..” pinta Kai. “Ssshh.. jangan melawan sampai
ini berakhir.” Bisik Reita manja di telinga Kai, membuat orang yang
bersangkutan bergidik.
Pertarungan antar ‘seme’ pun dimulai
---------------SKIP!!! Bayangin aja sendiri! DXD
---------------
Author gk kuat DX
.
.
.
---------------
“Aku gak nyangka kamu jadi sangar gitu.” Kata Kai sambil
memberikan sebotol susu pada Zuki. “Aku panik, kalau sampai Zuki dengar atau
melihat kita lagi ‘itu’ bagaimana?! Kau mau tanggung jawab jika Zuki menjadi
anak mesum?! Dia bukan anak kita, loh!” teriak Kai yang melihat Reita sedang
membersihkan baju basahnya. “ah tenang, tokh ia tidak mendengar, bukan?” sahut
Reita.
“Ba..babeh..” tiba-tiba bayi itu menarik-narik celana Reita.
“WAAAA!!! Dia udah bisa bicara!!! Kaiii!! Iyayy.. iyayy..
Ini babeh-mu, Zuki..” Reita nyubit-nyubit pipi Zuki. Kai menghampiri Reita
dengan tatapan senang. “emak, emak? Ini emak..” lanjut Reita sambil menunjuk
hidungnya Kai.
“WOY guwe babeh nya o’on! Sialan lu! Lu sendiri yang nunjuk guwe jadi babeh!
ELU EMAK NYA!!” Kai menggeplak kepala Reita. “Zuki sayang, dia (nunjuk itong)
itu bukan babeh, itu emak.. Aku yang babeh-mu.. dia emak.. babeh, emak. Babeh,
emak. Babeh, emak.” Sambung Kai dan menunjuk dirinya dan Reita bergantian.
“ba..beh..” ulang Zuki. Kai tersenyum simpul dibuatnya, ia memeluk Zuki erat.
“Eu.. mak..” lanjut Zuki kemudian. Reita yang merasa ‘terpanggil’ itu ikut
tersenyum dan memeluk Zuki juga.
“Zuki.. Kau merubah hidupku, Zuki sayang.. Babeh dan emak
biasanya suka mencuri, berjudi. Tapi gara-gara kamu, sekarang babeh dan emak
sadar.. Mencuri dan menjudi itu tidak baik nak.. Setiap kami mau mencuri, ada
kamu yang menangis. Kami sadar kembali dan merawatmu lagi. Dikala kami ingin
pergi ke casino, Kau merengek dan minta makan. Kami sadar, dan kembali
memberi makan untukmu. Zuki sayang, babeh dan emak sayang sama kamu. Meskipun
kami bukan ayah-ibu kandungmu dan kami juga sama2 cowo.. Babeh dan Emak tidak
akan melepasmu.” Nasihat Kai pada Zuki yang tersenyum dan tertawa mendengar Kai
berbicara.
Kringgg!!
“Ah?” Kai mengambil hp hitamnya yang terselip di saku
belakang.
“Moshi-moshi”
“neeee! Aku sudah di Jepang..Kalian bisa bertemu denganku di
pabrik kayu, pintu selatan jam 5 sore ya.. tenang, aku sudah menyiapkan 55 juta
yen untuk kalian.. semua sudah berada di tanganku.. bagaimana dengan kalian?
Bayi nya masih hidup? Uangnya masih terjaga?” ternyata itu Ruki,
satu-satunya pelanggan yang ingin mereka menculik Zuki.
“Ma—maksudmu.. Zuki? Jadi.. kami harus memberikannya sore
ini juga?” raut wajah Kai mulai cemberut seakan-akan ia tidak terima.
“Zuki? Siapa itu Zuki?” tany Ruki.
“Ahh.. nggak ngga.. Baik, kami akan segera kesana sore ini.”
Jawab Kai ramah. Di sebrang sana, Ruki menutup telepon dan bersenang-senang
ria. “Siapa, Kai?” tanya Reita. “Ruki. Ia meminta Zuki dan uangnya sore ini
juga. Aku..” ia menatap mata kelereng Zuki lekat-lekat. Dan butiran air mata
mulai menjelajahi wajahnya. “Iya. Aku juga tidak rela, Kai.” Sahut Reita yang
mengerti. “Babeh tidak ingin meninggalkanmu nak..” kai mengelus-ngelus kepala
Zuki yang menatapnya terharu biru.
“Tolong.” Terdengar suara dari arah TV. Reita dan Kai
sontak menghadap ke arahnya.
“Kami benar-benar berhutang budi, bagi yang menemukan anak
kami. Kami mohon… Kami sangat memohon. No matter what for the salary, tapi..
tolong berikan. Kami akan berusaha untuk memberikan uang yang anda minta.
Asalkan anak kami selamat..” Jelas Uruha dan Aoi, korban penculikan
disana. Reita dan Kai tak bergeming. Mereka menatap TV itu dengan tatapan
kosong. Mereka melihat Uruha menangis, Aoi mencoba untuk sabar. Dan ini semua
karena mereka—bukan, karena Ruki. Tidak,, memang benar ini salah mereka. Kalau
saja mereka tidak menerima tawaran Ruki—
Tidak akan terjadi seperti ini.
“Memang sudah saatnya, Kai.” Reita merangkulnya. Kai
menangis begitu dalam, diiringi isakan Reita dan mereka pun dengan berat hati
bersiap-siap untuk menyerahkan Zuki dan uangnya kepada Ruki. Mau tidak mau.
=======A=======
“Terima Kasih. Ini uang kalian. 55 juta yen” Ruki
menggendong Zuki dan sekarang Zuki sudah berpindah tangan. “Ingat, kasih makan
2 hari sekali.” Jawab Kai yang tidak menghiraukannya. “Sudah tidak usah
menasihatiku, sudah ada perawat tauk. Ga udah sok jago ngerawat bayi.” Omel
Ruki dan menyerahkan Zuki kepada perawat.
Zuki menangis, nyaring sekali tangisannya. Kini Kai dan
Reita tidak rela, rasanya, mereka merasa lebih nyaman jika Zuki berada di
tangan mereka atau di tangan ibu-ayah kandungnya. Mereka menatap tatapan Zuki
yang semakin menjauh, dan punggung si perawat yang lama kelamaan hilang. Air
mata turun tanpa henti, dan, “TUNGGU!” Reita memberhentikan si perawat itu.
“Kemarikan Zuki.” Sahut Reita tajam. Si perawat, karena merasa bukan anak buah
Ruki akhirnya menghampiri Reita. “Hey! Jangan! Jangan hiraukan dia! Hanya
turuti kata-kataku! K-A-T-A-K-U!” bantah Ruki dan mendorong perawat itu ke
ruangannya. Zuki nangis lagi.
“KAU! Aku tidak mau nerima uang ini! Kembalikan Zuki!” kata
Kai membantu Reita. “Tidak akan” geram Ruki. “Ambil saja uangnya” lanjutnya.
“TIDAK!”Kai menendang sekoper uang berharga itu, ia merebut Zuki kembali dan
Reita membawa koper-koper yang setadinya mereka curi. Ruki menatap mereka yang
langsung lari menjauh dengan tatapan geram. “Tuan Ruki—“
“SUDAH DIAM!! KAU MENGACAUKAN SEMUANYA!” Amuk Ruki mendorong
si perawat hingga ia jatuh, dan pingsan. Reita dan Kai sedang berlari menuju
suatu tempat
------------------
Tok tok tok
“Siapa?” pemilik rumah itu, Uruha menyapa mereka dengan
ramah. Melihat Zuki (atau bayi yang belum diberikan nama) itu, mata Uruha yang
membengkak dan merah itu seketika membulat dan kaget, Uruha menatap Zuki,
Reita, dan Kai secara bergantian.
“Maaf, nyonya Takashima. Pada awalnya, kami disuruh mencuri
dan menculik anak anda.” Sahut Reita jujur sambil berlutut di hadapan Uruha.
“Lalu kami sadar bahwa ntu tidak baik. sungguh, maafkan kami” Timpal Kai
kemudian. Uruha masih melongo dan terdiam menatap Zuki yang tengah digendong
oleh Kai. “AOI!” panggil Uruha pada suaminya, yang kemudian datang tak lama
setelah sang istri memanggil. “Ada apa Ur—— AHH!!! APA YANG KALIAN LAKUKAN
TERHADAP ANAKKU?!!” tanya Aoi yang langsung emosi. “TUNGGU! Tunggu, Aoi..
Mereka memang yang menculik anak kita tapi mereka berniat baik..” Uruha mencegah
Aoi yang ingin mencekik Kai dan Reita. “Apa, apa yang kalian lakukan terhadap
anak kami?!” Aoi merendahkan nada bicaranya.
“Sungguh. Maafkan kami. Pada awalnya, kami diminta oleh seseorang untuk mencuri
uang anda dan menculik bayi anda. Maafkan kami. Alhamdulillah, kami merawatnya
dengan baik. Dia masih sehat, tuan” jelas Kai sambil menunduk terus-terusan.
“A.. aku.. te—terima kasih..” jawab Uruha sambil mengangkat kedua dagu pemuda
tersebut. Kai memberikan Zuki padanya. “Aoi.. lihat, ia masih sehat..” Uruha
memperlihatkan wajah Zuki yang tersenyum ramah kepada ayah kandungnya.
“Hnhnhnhn..” Aoi mengelus kepala Zuki. Beberapa waktu
kemudian, Aoi menatap Reita dan Kai yang merasa sangat sangat sangat sangat
bersalah atas kejadian yang mereka lakukan. “Arigato Gozaimasu” Aoi membungkuk
di hadapan mereka berdua. Kai terbelalak, ia kira Aoi akan marah kemudian
mengadukan dirinya dan Reita ke kantor polisi atas kasus penculikan.
“ku—kukira anda akan lapor kami berdua ke polisi?” pikiran Reita tak kalah
samanya. Aoi dan Uruha menggeleng, “Aku tidak akan melaporkan kalian ke polisi
karena kalian berdua sudah berlaku gentle, berani mengaku dan berani
meminta maaf.” Jawab Uruha sambil menggendong anaknya. “dan kalian berani berjanji.”
Sambung Aoi. Reita dan Kai terdiam, meskipun mereka telah diberi maaf tapi
mereka merasa mereka lah yang bersalah.
“Rei, ayo” ajak Kai pada Reita dan beranjak ke mobil. “Hei, mau kemana kalian?!
Tidak duduk2 dulu disini?!” teriak Aoi. “Ka—kami ingin ke kantor polisi.” Jawab
Reita sembari masuk mobil. Aoi bimbang dan ia serta Uruha pun mengikuti jejak
mobil dua pemuda itu ke kantor polisi.
.
.
Sesampainya di kantor polisi, Aoi dan Uruha tengah melihat
keadaan buruk di depannya. Dua orang yang tadi sudah berlaku bijak dan jujur
pada mereka berdua, kini tengah ditahan oleh polisi. “Ada apa?” tanya Aoi pada
salah seorang polisi. “Mereka menyerahkan diri ke polisi atas beberapa
kesalahan mereka: pencuri, penculik, dan penjudi. Mereka akan kami kurung
selama 6 bulan.” Kata polisi itu menjelaskan.
“ti.. tidak tidak.. mereka harus diberi rehab pak.. Mereka
telah mengakui kesalahannya, dan sudah berjanji tidak akan melakukannya lagi.
Rehab mereka, 4 bulan lah, atau tidak sama sekali. Biarkan mereka bebas” pinta
Uruha. Aoi mengangguk. “Ya. Biarkan mereka bebas.” jawab Aoi. “Baik, akan
kami pertimbangkan.” Kata polisi itu sambil mencatat sesuatu di kertas laporan
miliknya. “sebentar, kami ingin bertanya pada terdakwa.” Sahut Uruha. Polisi
mempersilahkan.
“Nama kalian siapa?”
“Aku.. Aku Reita. Dan dia, Kai.” Jawab Reita pelan.
“Adakah yang menyuruh kalian untuk mencuri dan menculik
anakku?”
“Ada.” Singkat Kai.
“Siapa?”
.
.
.
.
------------------------------------
“TIDAK! AKU TIDAK BERSALAH!! AKU HANYA MENYURUH DUA BRENGSEK
ITU UNTUK MENCURI DAN MENCULIK, APA SALAHNYA??!! HOIII!!! APA YANG KALIAN
LAKUKAN??!! BRENGSEK!” Ruki menghantam tembok tidak terima atas perlakuan Uruha
dan Aoi yang telah me-rehab Reita dan Kai. Dan kemudian melaporkan Ruki,
menetapkan Ruki sebagai tersangka dengan saksi Reita dan Kai. Uruha dan Aoi
melambai pelan, menatap Ruki yang ditarik-tarik masuk ke dalam kurungan. Reita
dan Kai, tak bergeming. “Selamat tinggal, dalang bencana.” Sahut Uruha.
“Ano.. bisa kita tau, siapa nama anak anda yang sebenarnya?”
tanya Kai.
“Wah.. Sebenarnya, selama ini aku dan suamiku tidak pernah
mendapatkan nama untuknya. Kami masih bingung, hehe. Atau, kalian punya usul?”
Jawab Uruha santai.
“Zukiro Yasashima…” canggung Reita.
“Apa? Bisa kau ulang?”
“Eto… Zukiro Yasashima..” ulangnya kembali.
“Sugoii daa~ itu nama yang bagus! Selama ini kalian
memanggilnya dengan nama itu?” Aoi tersenyum.
“Kami memanggilnya ‘Zuki’ selama ini..” Kai memiringkan
kepalanya
“Itu benar-benar nama yang bagus, Zuki… Zukiro.. Zukiro
Shiroyama?”
“Ya, ya. Itu bagus. Tokh ia anak kalian bukan? Kalian yang
berhak memberikan nama, hehe” Reita menggaruk kepalanya. Uruha dan Aoi
tersenyum, mereka saling memaafkan. “Eto… Case closed kan? Aku dan Aoi mau
pergi dulu.. Jaa~ Arigato ya!” Uruha melambai dan mulai meninggalkan Reita Kai.
Mereka kembali menatap wajah Zuki yang bergembira tengah berada di pelukan
kedua orangtua kandungnya sekarang. Zuki membalas tatapan mereka. Dan Zuki
kembali tersenyum.
“Semoga Zuki dan kedua orang tuanya selalu bahagia, yah. Dan
semoga ia tetap ingat dengan kita. Hmm.. Mungkin kita akan menjenguk ke rumah
Uruha seminggu sekali?” usul Reita.
“Ya, btul. Semoga.. HUWAAAAA I MISS YOU ZUKIIIIII!!!!!!
Tisu! Tisu mana tisu!” umbelnya Kai udah kemana-mana. “Aku gk punya tisu..”
jawab Reita yang membiarkan Kai menangis begitu saja.
.
.
5 bulan kemudian.
“Permisi…” sapa seseorang dari luar pintu. Kai menoleh, dan
mengintip dari balik jendela. Oo.. itu sepasang suami istri yang beberapa waktu
lalu mereka temui di kantor polisi. Kai bersegera membuka pintu.
“Konbawa~” sapa Kai ramah dan mempersilahkan mereka masuk.
“REITA!” panggil Kai. Tak perlu menunggu lama Reita pun datang dari arah kamar
mandi. “Waaah.. ada tamu.. Maaf berantakan ya~” sahut Reita sambil membetulkan
bantal-bantal di sofa kumel milik mereka itu. Uruha dan Aoi tersenyum ramah,
kemudian mereka masuk dan duduk di sofa tersebut.
“Wah, adek Zuki sudah besar ya.. Babeh sama Emak kangen looh sama kamu..” Kai
mencubit pipi Zuki yang kini telah berusia 1 tahun lebih. Zuki menjadi anak
yang tampan layaknya Aoi, dan ramah layaknya Uruha. “Ba—babeh? Emak?” Aoi
mengangkat alisnya.
“Itu…. Ba—beh… itu, emak…” ucap Zuki pelan dan masih
terbata-bata #maklum masih belajar ngomong#. “Ahaha, maafkan kami. Selama Zuki
berada di tangan kami dulu, aku dan Kai memperkenalkan diri kami sendiri
sebagai Babeh dan Emak. Maklum, kita hanya manusia kos-an (?) yang terbilang
kampung. Jadi, gak ada tuh, Mama-Papa atau Ayah-Bunda.” Ujar Reita sambil
mengelus ubun-ubun Zuki. “Oooo…” jawab Aoi mengerti.
“E… kami hanya ingin menjenguk kalian berdua karena kami dan kebetulan Zuki
juga kangen sama kalian, tapi mungkin hanya sebentar, tidak apa? Soalnya kami
ada acara penting setelah dari sini..” jelas Uruha. “Oh iya, tidak apa-apa.”
Jawab Reita dan Kai bersamaan.
Tak lama kemudian, sekitar 30 menit mereka berbincang, tibalah saatnya mereka
berpisah kembali. Kai melambaikan tangan pada Zuki si anak manis itu, dan
membungkuk terhadap kedua orang tua kandung Zuki. Reita bukain pager (kasian
amet nasibnya) dan mereka pergi lagi menggunakan mobil mewahnya.
“Rei, aku kok kangen lagi ya? Padahal mereka baru aja
bertemu kita barusan.” Kai terdiam menatap Reita yang menghampirinya. “Ya, aku
juga.” Jawab Reita singkat.
“Tapi, kenapa kau hanya kangen pada mereka?”
“emang napa?” Kai mengangkat alisnya.
“Kau tidak kangen dengan tubuhku ini, Hah? Tidak kangen
waktu kita di kamar mandi? Kapan terakhir kali kita bercumbu?”
“Eh? Eto.. sekitar 7 bulan yang lalu. Jangan membuatku mengingat
itu lagi, jijik tauk gk”
“Hn.. Itu sudah sangat lama ya.. Aku tak peduli kau jijik
atau tidak.” bisik reita di telinga Kai lagi. Nafasnya terdengar begitu
memburu. Kembali, Kai bergidik seperti dulu. Persis seperti dulu. “Ayo, masuk.”
Reita mendorong dada bidang Kai yang terbalut kaus abu-abu itu. Kai
menurutinya.
“Nnngghhh…Rei….”
~OWARI~
Ngga ada pesan pesan dari Author, hehe. silahkan komen y ^^
butuh kritik dan saran...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar